KOMUNIKASI
SEBAGAI ILMU
A.
PENGELOMPOKAN ILMU DAN PERKEMBANGAN ILMU KOMUNIKASI
1.
Pengelompokan Ilmu
Ilmu komunikasi dikelompokan
menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Ilmu
pengetahuan alam (Natural Science)
2. Ilmu
kemasyarakatan (Social Science)
3. Humaniora
(Studi Humanitas; Humanities Studies)
2. Perkembangan Ilmu Komunikasi
Ilmu komunikasi termasuk ke dalam
ilmu sosial dan ilmu terapan, oleh karena itu sifatnya interdisipliner
atau multidisipliner. Ini disebabkan oleh objek materialnya sama dengan
ilmu-ilmu lainnya, terutama yang termasuk ke dalam ilmu sosial atau ilmu
kemasyarakatan.
Bierstedt, menganggap jurnalistik
sebagai ilmu terapan. Journalism tidak hanya mempelajari dan meneliti
hal-hal yang bersangkutan dengan persuratkabaran semata-mata, tetapi media
massa lainnya, antara lain radio dan televisi. Maka Journalism berkembang
menjadi mass communication.
Dalam perkembangan selanjutnnya, mass
communication dianggap tidak tepat lagi karena tidak merupakan proses
komunikasi yang menyeluruh.
Mass
communication merupakan salah satu bidang saja dari sekian banyak bidang yang
dipelajari dan diteliti oleh ilmu komunikasi. Jadi, komunikasi massa terbatas
pada proses penyebaran pesan melalui media massa, yakni surat kabar, radio,
televisi, film, majalah, dan buku; tidak mencakup proses komunikasi tatap muka
(face-to-face communication) yang juga tidak kurang pentingnya, terutama dalam
kehidupan organisasi.
B. PENGERTIAN
DAN PROSES KOMUNIKASI
1. Pengertian
Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam
bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio,
dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama
di sini maksudnya adalah sama makna.
Komunikasi tidak hanya informatif,
yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuatif , yaitu
agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan , melakukan suatu
perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.
Menurut Carl I. Hovland, ilmu
komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas
penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Hovland mengatakan
bahwa, komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain.
Menurut Lasswell, komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu.
2. Proses
Komunikasi
a. Proses Komunikasi secara
primer
Proses komunikasi primer adalah
proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, warna, dan lain sebagainya yang
secara langsung mampu ”menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator
kepada komunikan.
Umpan balik memainkan peranan
yang amat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi
atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu,
umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif . Umpan balik
positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang
menyenangkan komunkator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan
balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya
sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya.
b. Proses Komunikasi secara
sekunder
Proses komunikasi secara sekunder
adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama.
Dengan demikian, proses
komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan
sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau media nonmassa
(non-mass media).
3. Komunikasi
Massa
a. Ciri-ciri Komunikasi Massa
Komunikasi massa (mass communication)
adalah komunikasi melalui media massa.
Komunikasi massa mempunyai
ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cirinya
adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Berbeda dengan
komunikasi antarpersona yang berlangsung dua arah, komunikasi massa berlangsung
satu arah. Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator.
2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Media massa
sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau
organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa
asingnya disebut institutionalized communicator atau organized
communicator.
Komunikator
pada komunikasi massa dinamakan juga komuniaktor kolektif karena tersebarnya
pesan komunikasi massa merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja.
3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Pesan yang
disampaikan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan
mengenai kepentingan umum.
4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
5. Media komunikasi massa bersifat heterogen
Komunikasi atau
khalayak yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses
komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen.
b. Fungsi komunikasi massa
Menurut Harold D. Lasswell,
proses komunikasi di masyarakat menunjukkan tiga fungsi, yaitu:
1. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan
yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya.
2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan
3. penyebaran warisan sosial
Dalam buku Aneka surya, satu dunia (many voice one
world), dengan MacBrige sebagai editornya, maka fungsinya:
· Informasi
· Sosialisme
· Motivasi
· Perdebatan
dan diskusi
· Pendidikan
· Hiburan
· Integrasi
Pengawasan (survelliance)
Fungsi pertama komnikasi massa
menurut Joseph R. Dominich ternyata sama dengan fungsi yang pertama juga
berdasarkan pendapat Harold Lasswell.
Fungsi pengawasan dapat di bagi
menjadi dua jenis:
1. Pengawasan
peringatan (warning of beware survelliance)
Menyampaikan
informasi kepada kita mengenai ancaman taufan, letusan gunung berapi, kondidi
ekonomi yang megalami depresi, meningkatnya inflasi, atau serangan militer.
2. Pengawasan instrumental (instrumental surveillance)
Penyebaran
informasi yang berguna bagi kehidupan sehari hari.
Interpetasi (Interpetation)
Media massa tidak hanya
menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpetasi mengenai
suatu peristiwa tertentu.
Hubungan (Linkage)
Media massa mampu menghubungkan
unsur unsur yang terdapat didalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara
langsung oleh saluran perseorangan.
Sosialisme
Media masssa menyajikan
penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton maka
seorang mempelajari bagaimana khayalak banyak berperilaku dan nilai nilai apa
yang penting.
Hiburan (Entertainment)
Fungsi fungsi komunikasi dan
komunikasi massa dapat disederhanakan menjadi emapat fungsi saja:
ü Menyampaikan informasi (to inform)
ü Mendidik (to educate)
ü Menghibur (to entertain)
ü Mempengaruhi (to influence)
BAB II
STRATEGI KOMUNIKASI
A. FUNGSI STRATEGI KOMUNIKASI
1. Tujuan Sentral dalam Strategi
Komunikasi
Strategi pada hakekatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan.
R. Wayne Pace, Brent D, Peterson, dan M Dallas Burnet, dalam bukunya,
techniques for effective communication, menyatakan bahawa tujuan sentaral
kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: to secure
understanding, memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Andaikata ia
sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimaanya itu harus dibina (to
establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan di motifasikan (to motivate
action).
2. Korelasi Antarkomponen dalam Strategi Komunikasi
a. Mengenali sasaran Komunikasi
Sebelum kita
melancarkan komunikasi, kita perlu memepelajari siapa siapa yang alkan menjadi
sasaran komunikasi kita itu. Apapun tujuannya, metodenya, dan banyaknya
sasaran, pada dirikomunikan perlu diperhatikan faktor faktor sebagai berikut:
1). Faktor
kerangka referensi
kerangka
referensi seseorang terbentuk dalam dirinya sebagai hasil dari paduan
pengalaman, pendidikan, gaya hidup, norma hidup, status sosial, ideologi, cita
cita dan sebagainya.
2). Faktor
situasi dan kondisi
yang dimaksudkan dengan situasi di sini ialah situasi komunikasi pada
saat komunikan akan menerima pesan yang akan kita sampaikan. Yang di maksudkan
dengan kondisi disini ialah state of personality komunikan, yaitu keaadan fisik
dan psikis komunikan pada saat ia menerima pesan komunikasi.
b. Pemilihan Media Komunikasi
Untuk mencapai
sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa
media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang akan disampaikan,
dan teknik yang akan dipergunakan.
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi
Dalam
komunikasi , bahsa memegang peranan yang sangat penting. Tanpa penguasaan
bahasa, hasil pemikiran yang bagaimana pun baiknya takkan dapat dikomunikasikan
kepada orang lain secara tepat.
d. Peranan Komunikator dalam Komunikasi
Ada faktor yang
penting pada diri komunkator bila ia melancarakan komunikasi, yaitu daya tarik
sumber (source attractiveness) dan kredibilitas sumber (source credibility)
1). Daya tarik
sumber
Seorang
komunikator akan berhasil dalam komunikasi, akan mampu mengubah sikap, opini,
dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik jika pihak komunikan merasa
bahwa komunikator ikut serta dengannya.
2).
Kreadibilitas sumber
faktor kedua
yang bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan pada
komunikator. Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan harus bersikap
empatik (empathy), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya
kepada peranan orang lain.
B. KAITAN STRATEGI KOMUNIKASI DENGAN SISTEM KOMUNIKASI
1. Sistem Komunikasi secara Makro Vertikal
Secara makro,
sistem komunikasi menyangkut sistem pemerintahan, secara mikro menyangkut
sistem nilai kelompok. Secara makro menyangkut stretegi komunikasi, secara
mikro menyangkut operasi komunikasi.
a. Pengaruh Sistem Pemerintahan
Akibat dari
sistem pemerintahan pada zaman penjajahan itu, komunikasi horisontal antara
rakyat dengan rakyat dan secara mikro antara individu dengan individu dalam
suatu lingkungan keluarga atau lingkungan kekerabatan berbeda jika
dibandingnkan dengan pada alam kemerdekaan ini.
b. Pengaruh Televisi dan Video
Pengaruh
televisi terhadap sistem komunikasi tidak terlepas dari pengaruh terhadap aspek
aspek kehidupan pada umumnya. Dr. Jack Lyle, direktur Institut Komunikasi East
West dari East West Centre, Honolulu, Hawaii, mengatakan bahwa televisi
bertindak sebagai agent of displacement.
DBS mampu
mentransmisikan siaran televisi dari suatu negara melalui satelit buatan ke
permukaan bumi di negara lain tanpa menggunakan satelit bumi seperti halnya
sistem terdahulu, tetapi langsung ke rumah-rumah penduduk dengan menggunakan
antena parabola pada pesawat televisinya.
c. Pengaruh New International Information Order
Para ahli
komunikasi di negara-negara yang sedang berkembang-yang dalam konstelasi
politik dikategorikan sebagai Dunia Ketiga atau negara-negara nonblok-menyadari
adanya ketimpangan arus informasi di dunia ini.
Jelas bahwa
arus informasi yang didominasi negara-negara super-power yang
mengoperasikan kantor-kantor berita raksasa itu, menyebarkan berita-berita yang
timpang dalam bobot dan pentingnya peristiwa yang diberitakan.
Negara-negara
berkembang semakin menyadari bahwa berita-berita yang disiarkan oleh
kantor-kantor berita tadi lebih banyak yang merugikan negara-negara berkembang.
Peristiwa-peristiwa yang diberitakan dari negara-negara berkembang sebagian
besar yang buruk dan jelek, misalnya kelaparan, ledakan penduduk, banjir,
krisis ekonomi, dan pemberontakan yang selain sensasional, juga tidak
berdasarkan kenyataan atau sepihak. Kalaupun mereka menyiarkan berita yang
sifatnya positif, tidak lain sebagai peringatan kepada negara-negara maju untuk
bersikap waspada.
Ketimpangan
arus informasi yang mengganggu perdamaian dunia itu tidak saja disadari oleh
negara-negara berkembang yang tergabung dalam Gerakan Nonblok, tetapi juga
UNESCO. Timbullah gagasan yang sangat terkenal, yakni New International
Information Order (NIIO).
2. Sistem Komunikasi secara Mikro Horizontal
Yang dimaksud
dengan sistem komunikasi secara mikro horizontal disini ialah komunikasi sosial
antarinsan dalam tingkat status sosial yang hampir sama dan terjadi dalam
unit-unit yang relatif kecil.
a. Komunikasi di Daerah Perkotaan Komunikasilah yang menghubungkan
manusia itu. Tak manusia bisa hidup tanpa komunikasi.
Komunikasi
antarpribadi di daerah perkotaan lebih banyak terjadi di luar rumah daripada di
rumah sendiri.
b. Komunikasi di Daerah Pedesaan
Jika ditinjau
secara makro vertikal, komunikasi melalui media massa di daerah perkotaan
berlangsung dengan one-step flow model atau arus satu tahap, maka
melalui media massa itu di daerah pedesaan berlangsung dengan two-step flow
model atau model arus dua tahap.
Model arus dua
tahap mula-mula diketengahkan oleh Lazarsfeld, Berelson dan Gaudet pada tahun
1948. Tahap pertama adalah dari sumbernya, yakni komunikator, kepada para
pemuka pendapat. Tahap kedua dari para pemuka pendapat tadi kepada para
pengikutnya, yang juga mencakup penyebaran pengaruh.
Di pedesaan
sarana kesenian lebih banyak dipergunakan sebagai media komunikasi.
Media
tradisional sangat ampuh untuk dipergunakan di daerah pedesaan karena sesuai
dengan alam pikiran, pandangan hidup, kebudayaan, dan nilai-nilai yang terdapat
pada penduduk pedesaan.
BAB V KOMUNIKASI
DAN RETORIKA
Retorika Sebagai Cikal Bakal Ilmu Komunikasi
Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai Abad V SM. Di Yunani dan Romawi. Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menerik perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin.
Menurut Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan bahasa.
Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Plato yang merupakan murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metoda pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.
Aristoteles (384-322) sebagai pemuka berbagai disiplin ilmu memandang retorika sebagai bagian dari filsafat, pendapatnya dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi’ menyatakan bahwa :
“Anda dalam retorika terutama menggelorakan emosi, itu memang baik, tetapi ucapan-ucapan anda tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan retorika yang sebenarnya dalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan seketika, meski lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan pokok bagi logika dan bagi retorika akan benar apabila telah diuji oleh dasar-dasar logika”.(1993 : 4)
Selanjutnya bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive).
Di Romawi retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang terkenal karena bukunya yang berjudul de Oratore. Ia mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sitematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan). Pada masa itu tujuan pidato dihadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan publik tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dalam keputusan-keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasio, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannnya dengan undang-undang, atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan.
Sebagai orator termasyur, retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
Investio, mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya :
mendidik§
membangkitkan kepercayaan§
menggerakkan perasaan§
Ordo collocatio, penyusunan pidato dengan mengolah kata-kata menjadi aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan yang paling penting, kurang penting, dan tidak penting. Susunan pidato sistematikanya terbagi dalam :
exordium (pendahuluan)§
narratio (pemaparan)§
conformatio (peneguhan)§
reputatio (pertimbangan)§
peroratio (penutup)§
Perkembangan selanjutnya penggunaan retorika bukan hanya pidato-pidato, khotbah, ceramah tetapi lebih banyak dipakai untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara, dengan masyarakat negara, bahkan hukum negara. Sehingga hal ini di Eropa Continental, terutama di Jerman, perkembangan retorika ini dinamakan Publisistik, sedang untuk Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat, digunakan istilah Communication
Dari Retorika Ke Publisistik
Publisistik secara etimologis berasal dari Bahasa Latin kata sifat publicus dan kata benda populus berarti : pertama; ditujukan kepada rakyat; milik negara ataupun atas ongkos negara. Juga kata bantu publice dari kata kerja publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara. Akhirnya kata “publicare”mendapat arti : terbuka untuk umum ataupun mengumumkan.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’ bahwa : “Penyelidikan dan ajaran yang secara khusus memperhatikan masalah umum mengenai pengarahan, penghimpunan, dan pemberian pengaruh secara rokhaniah, merupakan sebuah ilmu yang disebut Publisistik”. (1981 : 3 – 4).
Walter Hagemann mendefinisikan publisistik secara singkat, yaitu : “die Lehre von der offentlichen Aussage aktueller (ajaran tentang pernyataan umum mengenai isi kesadaran yang aktual).”
Adinegoro dalam buku Publisistik Dan Jurnalistik menyatakan bahwa : “Publisistik ialah ilmu pernyataan antar manusia yang secara umum lagi aktuil, dan bertugas menyelidiki secara ilmiah pengaruh pernyaan itu dari mulanya ditimbulkan orang sampai tersiar dalam pers, radio, dan sebagainya serta akibatnya kepada si penerima pernyataan-pernyataan itu.”
Definisi Adinegoro tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Ke-1 (genus) : Pernyataan antar manusia
Ke-2 (species) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil
Ke-3 (differentia specifia) : Pernyataan yang bersifat umum lagi aktuil dalam pers, dalam radio, pidato, dsb.
Ke-4 (accidensproprium) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang bersifat pemberitahuan, penerangan, propaganda, agitasi, reklame, dan penghibur.
Ke-5 (accidens simpliciter) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang terpimpin.
Publisistik secara tradisional berkembang dari akar yang kuat, dari retorika. Setelah ditemukannya alat cetak menyebabkan timbulnya surat kabar, timbullah ilmu yang mempelajari persuratkabaran (di Jerman disebut Zeitungswissenschaft sedang di Inggris Journalism). Perkembangan dari Zeitungswissenschaft / Journalism ke publisistik tersebut disebabkan :
Pertama : Khalayak membutuhkan ilmu pernyataan umum semakin mendesak, ketika munculnya radio dan film sebagai alat pernyataan publisistik baru.
Kedua : objek penyelidikan Zeitungswissenschaft / Journalism gejala surat kabar belum mencapai inti dari segala pernyataan umum yakni fungsi sosial, bahwa alat-alat komunikasi mendukung dan menyatakan segala kesadaran yang disampaikan kepada orang-orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut menjadi sama arah dengan yang menyatakannya.
Publisistik dapat digolongkan menjadi suatu ilmu, karena telah memenuhi syarat sebagai suatu ilmu, telah disusun secara sistematis, mempunyai objek tertentu, mempunyai metoda tertentu dan berlaku universal, serta telah dipraktek semenjak masa Socrates, Plato, Aristoteles, Demonsthenes, Cicero, dan lain-lain.
Retorika Sebagai Cikal Bakal Ilmu Komunikasi
Pada mulanya retorika merupakan cara pengungkapan pikiran dan perasaan manusia terhadap sesamanya telah ada seiring munculnya manusia di bumi ini. Retorika menjadi bahan kajian proses pernyataan antarmanusia sebagai fenomena sosial mulai Abad V SM. Di Yunani dan Romawi. Di Yunani dipelopori oleh Georgias (480-370 SM). Seiring dengan mulai dikembangkannya sistem pemerintahan demokrasi, maka retorika yang diajarkan Georgias adalah bagaimana mengembangkan kemampuan seni berpidato demi tercapainya tujuan pencapaian kekuasaan dalam pemerintahan (dibenarkan dengan pemutarbalikan fakta untuk menerik perhatian khalayak). Jadi retorika berperan penting bagi persiapan seseorang untuk menjadi pemimpin.
Menurut Protagoras (500-432 SM) menyatakan bahwa retorika sebagai kemahiran berbicara bukan demi kemenangan melainkan demi keindahan bahasa.
Socrates (469-399 SM) menyatakan bahwa retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya, karena dengan dialog kebenaran akan timbul dengan sendirinya.
Plato yang merupakan murid utama Socrates, menyatakan bahwa pentingnya retorika adalah sebagai metoda pendidikan dalam rangka mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan dalam rangka upaya mempengaruhi rakyat.
Aristoteles (384-322) sebagai pemuka berbagai disiplin ilmu memandang retorika sebagai bagian dari filsafat, pendapatnya dikutip oleh Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi’ menyatakan bahwa :
“Anda dalam retorika terutama menggelorakan emosi, itu memang baik, tetapi ucapan-ucapan anda tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Tujuan retorika yang sebenarnya dalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan seketika, meski lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan pokok bagi logika dan bagi retorika akan benar apabila telah diuji oleh dasar-dasar logika”.(1993 : 4)
Selanjutnya bagi Aristoteles retorika adalah seni persuasi, suatu uraian yang harus singkat, jelas, dan meyakinkan, dengan keindahan bahasa yang disusun untuk hal-hal yang bersifat memperbaiki (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive).
Di Romawi retorika dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang terkenal karena bukunya yang berjudul de Oratore. Ia mengembangkan kecakapan retorika menjadi ilmu. Menurut Cicero sitematika retorika mencakup dua tujuan pokok yang bersifat “suasio” (anjuran) dan “dissuasio” (penolakan). Pada masa itu tujuan pidato dihadapan pengadilan adalah untuk menyadarkan publik tentang hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dalam keputusan-keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero hanya dapat dicapai dengan menggunakan teknik dissuasio, apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannnya dengan undang-undang, atau suasio jika akan mengajak masyarakat untuk mematuhi undang-undang dan keadilan.
Sebagai orator termasyur, retorika gaya Cicero meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
Investio, mencari bahan dan tema yang akan dibahas. Bahan yang telah diperoleh disertai bukti-bukti pada tahap ini dibahas secara singkat dengan menjurus kepada upaya-upaya :
mendidik§
membangkitkan kepercayaan§
menggerakkan perasaan§
Ordo collocatio, penyusunan pidato dengan mengolah kata-kata menjadi aspek-aspek tertentu berdasarkan pilihan yang paling penting, kurang penting, dan tidak penting. Susunan pidato sistematikanya terbagi dalam :
exordium (pendahuluan)§
narratio (pemaparan)§
conformatio (peneguhan)§
reputatio (pertimbangan)§
peroratio (penutup)§
Perkembangan selanjutnya penggunaan retorika bukan hanya pidato-pidato, khotbah, ceramah tetapi lebih banyak dipakai untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara, dengan masyarakat negara, bahkan hukum negara. Sehingga hal ini di Eropa Continental, terutama di Jerman, perkembangan retorika ini dinamakan Publisistik, sedang untuk Anglo Saxon, terutama Inggris dan Amerika Serikat, digunakan istilah Communication
Dari Retorika Ke Publisistik
Publisistik secara etimologis berasal dari Bahasa Latin kata sifat publicus dan kata benda populus berarti : pertama; ditujukan kepada rakyat; milik negara ataupun atas ongkos negara. Juga kata bantu publice dari kata kerja publicare berarti demi kepentingan negara ataupun atas perintah negara. Akhirnya kata “publicare”mendapat arti : terbuka untuk umum ataupun mengumumkan.
Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku ‘Dimensi-dimensi Komunikasi’ bahwa : “Penyelidikan dan ajaran yang secara khusus memperhatikan masalah umum mengenai pengarahan, penghimpunan, dan pemberian pengaruh secara rokhaniah, merupakan sebuah ilmu yang disebut Publisistik”. (1981 : 3 – 4).
Walter Hagemann mendefinisikan publisistik secara singkat, yaitu : “die Lehre von der offentlichen Aussage aktueller (ajaran tentang pernyataan umum mengenai isi kesadaran yang aktual).”
Adinegoro dalam buku Publisistik Dan Jurnalistik menyatakan bahwa : “Publisistik ialah ilmu pernyataan antar manusia yang secara umum lagi aktuil, dan bertugas menyelidiki secara ilmiah pengaruh pernyaan itu dari mulanya ditimbulkan orang sampai tersiar dalam pers, radio, dan sebagainya serta akibatnya kepada si penerima pernyataan-pernyataan itu.”
Definisi Adinegoro tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Ke-1 (genus) : Pernyataan antar manusia
Ke-2 (species) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil
Ke-3 (differentia specifia) : Pernyataan yang bersifat umum lagi aktuil dalam pers, dalam radio, pidato, dsb.
Ke-4 (accidensproprium) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang bersifat pemberitahuan, penerangan, propaganda, agitasi, reklame, dan penghibur.
Ke-5 (accidens simpliciter) : Pernyataan antar manusia yang bersifat umum lagi aktuil yang terpimpin.
Publisistik secara tradisional berkembang dari akar yang kuat, dari retorika. Setelah ditemukannya alat cetak menyebabkan timbulnya surat kabar, timbullah ilmu yang mempelajari persuratkabaran (di Jerman disebut Zeitungswissenschaft sedang di Inggris Journalism). Perkembangan dari Zeitungswissenschaft / Journalism ke publisistik tersebut disebabkan :
Pertama : Khalayak membutuhkan ilmu pernyataan umum semakin mendesak, ketika munculnya radio dan film sebagai alat pernyataan publisistik baru.
Kedua : objek penyelidikan Zeitungswissenschaft / Journalism gejala surat kabar belum mencapai inti dari segala pernyataan umum yakni fungsi sosial, bahwa alat-alat komunikasi mendukung dan menyatakan segala kesadaran yang disampaikan kepada orang-orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut menjadi sama arah dengan yang menyatakannya.
Publisistik dapat digolongkan menjadi suatu ilmu, karena telah memenuhi syarat sebagai suatu ilmu, telah disusun secara sistematis, mempunyai objek tertentu, mempunyai metoda tertentu dan berlaku universal, serta telah dipraktek semenjak masa Socrates, Plato, Aristoteles, Demonsthenes, Cicero, dan lain-lain.
KOMUNIKASI DAN PEMBANGUNAN
Hedebro
(1979) mendaftar 12 peran yang dapat dilakukan komunikasi
dalam pembangunan, antara lain:1.
Komunikasi
dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkannilai-nilai, sikap
mental, dan bentuk perilku yang menunjang modernisasi.2.
Komunikasi
dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke
pertanian, hingga ke keberhasilan lingkungan, hingga reparasimobil.3.
Media massa
dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.4.
Media massa
dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olahdialami sendiri,
sehingga mengurangi biaya psikis yang ekonomis untuk menciptakan
kepribadian yang mobile.5.
Komunikasi
dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang
untuk bertindak nyata.6.
Komunikasi
dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dankeharmonisan dari masa
transisi
Komunikasi
dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.8.
Komunikasi
dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan
tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa.Mereka yang beroleh
informasi, akan menjadi orang yang berarti, dan para pemimpin tradisional
akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-oranglain yang juga mempunyai
kelebihan dalam hal memiliki informasi.9.
Komunikasi
dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai seuatu yangmengatasi
kesetiaan-kesetiaan lokal.10.
Komunikasi
dapat membantu mayoritas populasi menyadari pentingnya artimereka sebagai warga
negara, sehingga dapat membantu meningkatkanaktivitas politik.11.
Komunikasi
memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang
berkaitan dengan kebutuhan penduduk.12.
Komunikasi
dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu
proses yang berlangsung sendiri (self-perpetuating)