SKRIPSI; PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan  Tauhid Dalam Keluarga” .Judul tersebut mengandung pengertian  yang perlu penjelasan, penegasan, serta ruang lingkup agar tidak terjadi  kesalahpahaman dalam memahami judul dan keinginan penulis.
1. Konsep merupakan kata atau istilah serta  simbol untuk menunjuk pengertian dari pada barang sesuatu baik konkret  maupun sesuatu hal yang bersifat abstrak.[1]  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep berarti sebagai rancangan  ide, gambaran, atau pengertian dari peristiwa nyata atau konkret kepada  yang abstrak dari sebuah obyek maupun proses.[2]  Sedangkan konsep dalam penulisan ini ialah sejumlah rancangan, ide,  gagasan, gambaran atau pengertian yang bersifat konkret maupun abstrak  tentang  materi dan metode pendidikan tauhid dalam keluarga menurut  pendidikan Islam.
2. Pendidikan, Menurut Kamus Besar Bahasa  Indonesia, pendidikan dapat diartikan sebagai proses perubahan sikap dan  tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan  manusia melalui upaya pengajaran dan latihan;proses, perbuatan, cara  mendidik.[3]
Pada hakekatnya pendidikan adalah usaha orang tua atau generasi tua  untuk mempersiapkan anak atau generasi muda agar mampu hidup secara  mandiri dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya dengan  sebaik-baiknya. Orang tua atau generasi tua memiliki kepentingan untuk  mewariskan nilai, norma hidup dan kehidupan generasi penerus. Ki Hajar  Dewantara mengatakan…
“… mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada  anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat  dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.[4]
3. Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa  Indonesia kata tauhid merupakan kata benda yang berarti keesaan  Allah; kuat kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid  berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata wahhada (وحد)  yuwahhidu (يوحد) .Secara etimologis, tauhid berarti  keesaan. Maksudnya, keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa;Tunggal;satu.  Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam  bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui  akan  keesaan Allah;mengeesakan Allah”.[5]  Jubaran Mas’ud menulis bahwa tauhid bermakna “beriman kepada Allah,  Tuhan yang Esa”, juga sering disamakan dengan “لااله الا الله” “tiada  Tuhan Selain Allah”.[6]  Fuad Iframi Al-Bustani juga menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid  adalah Keyakinan bahwa Allah itu bersifat “Esa”.[7]Jadi  tauhid berasal dari kata “wahhada” (وحد) “yuwahhidu” (يوحد) “tauhidan”  (توحيدا), yang berarti mengesakan Allah SWT.[8]
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah :
suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib  tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan  tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga  membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa  yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang  terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.[9]
Menurut Zainuddin, tauhid berasal dari kata “wahid”(واحد)  yang artinya “satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan  tentang satu atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut  argumentasinya yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu  disebut dengan Ilmu Tauhid.[10]
Ada beberapa istilah lain yang semakna atau hampir sama yakni :
a. Iman.
Menurut Asy ‘ariyah iman hanyalah membenarkan dalam hati. Senada  dengan ini Imam Abu Hanifah mengatakn bahwa iman hanyalah ‘itiqad.  Sedangkan amal adalah bukti iman. Namun tidak dinamai iman. Ulama Salaf  di antaranya Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i, iman adalah
اعتقاد بالجنان ونطق باللسان وعمل بالاركان
“Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan  lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”.[11]
b.  Aqidah.
Menurut bahasa ialah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati,  mengikat, dan merngandung perjanjian. Sedangkan menurut terminologis di  antaranya pendapat Hasan al-Banna mengatakan bahwa aqidah ialah beberapa  hal yang harus diyakini kebenarannya oleh hati, sehingga dapat  mendatangkan ketenteraman, keyakinan yang tidak bercampur dengan  keragu-raguan.[12]Penyusun  cenderung kepada pendapat Yunahar Ilyas yang mengidentikkan antara  tauhid, iman, dan aqidah. Tauhid merupakan tema sentral aqidah dan iman.[13]
Setelah menguraikan kata pendidikan dan tauhid  penulis perlu memberikan batasan dan ruang lingkup. Pendidikan tauhid  dalam penulisan ini difokuskan kepada usaha yang dilakukan orang tua  untuk menumbuhkan kekuatan kodrat anak, agar mereka menjadi manusia  muslim yang meyakini keesaan Allah , serta dapat mengamalkan ketauhidan  yang ia miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan  akhirat, melalui pengajaran, latihan, dan metode tertentu untuk  menyampaikan materi-materi ketauhidan, yakni ilahiyat, nubuwat,  ruhaniyat, dan sam’iyyat.
 4. Dalam, adalah kata adjektiva, dan jika  bertemu dengan kata benda bermakna lingkungan daerah (negeri, keluarga)  sendiri.[14]
5. Keluarga, kata benda ini dimaksudkan  untuk ibu bapak beserta anak-anaknya;seisi rumah.[15]  Menurut Masjfuk Zuhdi, keluarga merupakan satu kesatuan sosial terkecil  dalam masyarakat yang telah diikat oleh tali perkawinan yang sah atau  resmi.[16]Keluarga  dalam penulisan ini adalah keluarga muslim, mengutip pendapat Khatib  Ahmad Santhut bahwa keluarga muslim adalah keluarga dengan ayah dan ibu  yang memegang teguh ajaran Allah SWT dan Sunnah Rasul, karena itu  keluarga muslim merupakan intisari dan paling prinsipil dalam usaha  membentuk, dan mewujudkan masyarakat muslim.[17]
Dari penegasan istilah tersebut penulis dalam skripsi ini meneliti  dan membahas proses bimbingan yang dapat dilakukan oleh orang tua  terhadap perkembangan ketauhidan anak-anaknya dengan bahan-bahan materi  ketauhidan yang meliputi keilahiyatan, kenubuwatan, keruhaniyatan, dan  kesam’iyatan tertentu dalam jangka waktu tertentu, dengan metode  tertentu yang diarahkan terciptanya pribadi yang berkepribadian  bertauhid sesuai dengan ajaran Islam dalam sejumlah rancangan ide,  gagasan, atau pengertian tentang pendidikan tauhid yang difokuskan pada  masalah materi dan metodenya. Materi dalam penulisan ini bagaimana  disampaikan secara bertahap sesuai dengan metode yang digunakan menurut  perkembangan dan kemampuan anak-anak.
B. Latar Belakang Masalah
Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia kepada  ikatan-ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang  posisinya hanyalah sebagai makhluk Allah SWT. Ketauhidan yang membawa  manusia kepada kebebasansejati terhadap apapun yang ada, menuju kepada  ketundukan kepada Allah SWT. Penanaman tauhid ini dilakukan selama 13  tahun oleh Rasulullah SAW, waktu yang cukup panjang, namun hanya 40  orang saja yang mampu melepaskan budaya nenek moyangnya, berani  mengingkari leluhur mereka, dan menuju jalan yang terang “tauhid  Islamiyah”. Semua utusan Allah membawa pesan yang sama yakni tauhid  bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Saat ini, di era modern ini, kita bersyukur sebagian besar penduduk  bangsa ini telah menganut Islam sebagai agamanya, melepaskan adat budaya  yang berusaha dihapus dan dihilangkan oleh para pembawa Islam jika  budaya tersebut bertentangan dengan prinsip ketauhidan menurut Al Quran  dan Al Hadits. Keyakinan terhadap budaya animisme dan dinamisme,  kepercayaan akan kekuatan batu besar, pohon besar, kuburan seorang tokoh  masyarakat, semua itu tidak dapat mendatangkan kebaikan dan moderat,  hanya Allah-lah yang mampu mendatangkan kebaikan dan keburukan. Kedua  jenis kepercayaan tersebut saat ini sudah mulai terkikis.
Budaya tersebut kini mulai hilang sebenarnya, namun masyarakat mulai  disuguhi informasi-informasi yang kembali membawa budaya  animisme-dinamisme, informasi-informasi yang seharusnya diluruskan  kembali agar sesuai dengan ajaran Islam. Media cetak contohnya banyak  mencekoki masyarakat dengan cerita-cerita yang “bertentangan” dengan  ketauhidan, seperti majalah Mistis, tabloid Posmo, koran Merapi, majalah  Liberty.Ditambah lagi tayangan-tayangan televisi dan layar lebar,  meskipun diniatkan hanya sebagai hiburan, tapi tidak sedikit yang  menjadi takut akan gelap, pohon yang dikatakan angker, harus diruwat,  diberi sesaji, serta tidak sedikit yang lebih percaya kepada dukun atau  paranormal ketimbang keyakinannya akan kekuatan dan kekuasaan Allah SWT.  Meskipun tidak semua tayangan dan pemberitaan tersebut negatif.
Sebagaimana alasan yang dikemukakan oleh bangsa Arab ketika itu,  sebenarnya mereka masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang  menciptakan dan memelihara alam ini, akan tetapi mereka berdalih bahwa  dewa, berhala yang mereka sembah hanyalah sebagai jalan untuk  menyampaikan doa dan harapan mereka kepada Allah, Tuhan Yang Maha  Tinggi.Akankah kita  kembali menggunakan alasan kaum Arab Jahiliyah?.
Sebagai contoh, Film layar lebar berjudul Jelangkung mencoba  mengangkat tema horor yang banyak terjadi di masyarakat. Sineas muda  Rizal Mantovani yang menggarap film itu , menyajikan sisi lain. Oleh  Rizal, penggarapannya di sajikan pada sisi lain;pencahayaan yang  dipadukan dengan setting alam, serta dukungan efek komputer lumayan,  sehingga tercipta suasana mencekam, penuh kejutan-kejutan yang sulit  ditebak.Hasilnya, meski banyak penonton yang takut, tetap saja  membludak.
Sebenarnya terasa tidak berlebihan, bila kita menyebut Jelangkung  adalah awal dari fenomena baru tayangan-tayangan misteri saat ini.  Bahkan banyak perusahaan film di Tanah Air cenderung berlomba-lomba  menggarap tayangan-tayangan bertema misteri atau horor. Sebut saja film  Kafir (Satanic) yang diharapkan mengikuti kesuksesan Jelangkung, atau  Titik Hitam yang mencoba menyiasati sisi lain sebuah tema misteri  kegaiban.
Barangkali, munculnya tayangan film seperti itu baru mengikuti tren  yang berkembang di masyarakat. Animo luar biasa terhadap tontonan yang  berbau mistis saat ini lebih terasa bila dibandingkan tiga atau empat  tahun lalu.
“Di antara beragam faktor yang menjadi penunjang tumbuh-suburnya  perilaku mistik dan klenik di tengah bangsa Indonesia, tak pelak dipicu  oleh sejumlah media massa, baik media cetak, lebih-lebih medium  televisi. Medium yang terakhir ini (televisi), karena bersifat  audio-visual, mempunyai daya cengkeram pengaruh yang amat dahsyat….”[18]
Tayangan-tayangan yang mengangkat hal-hal diluar jangkauan indrawi  merebak di semua stasiun televisi, dari yang pakai trik kamera sampai  yang minus rekayasa.Rasa ketakutan tapi disukai penonton dan sesuai  rumus dagang, iklanpun berdatangan. Namun, orang tua yang jadi korban.  Munculnya fenomena tayangan mistis di layar kaca, menurut pengamat  televisi Garin Nugroho, tak lain karena ketatnya persaingan di antara  TV-TV swasta untuk mendapatkan pesanan iklan. “Sebelas stasiun televisi  yang bersifat nasional itu cukup berat bersaing untuk mendapatkan kue  yang tetap kecil.” katanya.[19]Merebaknya  program sejenis ini, tak bisa dipungkiri, diawali oleh program “Kismis”  dari stasiun RCTI sejak tahun 2001.[20]
Pertanyaannya, apakah tayangan-tayangan seperti ini layak disajikan  kepada penonton di tengah hiruk-pikuk kemoderenan teknologi? Barangkali,  fenomena itu hanya sebuah alternatif di tengah-tengah kejenuhan  tayangan soal politik, atau karena tak kunjung redanya krisis  multidimensional yang tengah melanda negeri ini? Bisa saja itu sebagai  Jawaban. Tetapi siapa tahu, justru tontonan semacam itu memang sudah  dinantikan kehadirannya.Atau, jangan-jangan malah sebuah “proses  pembodohan” yang menggiring kembali ke pola pikir masa lalu (back  to traditional), sehingga lupa bahwa kita sedang memasuki dunia  pasar bebas di era globalisasi!.[21]
Penceramah Lutfiah Sungkar mengatakan bahwa tayangan misteri dapat  merusak akhlak dan sangat tidak mendidik. “Itu jadi menyesatkan umat,”  ujar Lutfiah. Itulah sebabnya, kakak kandung aktor Mark Sungkar ini  menghimbau kepada sejumlah pihak ikut peduli, seperti Departemen Agama  untuk memperhatikan masalah ini. “Tolong diseleksi betul-betul,” kata  Lutfiah.[22]
Tayangan supranatural itu tentu mengancam benteng aqidah seseorang.  Keyakinan akan kehebatan, kesaktian dukun atau menganggap bahwa sebuah  rumah itu ada sang penunggunya, sehingga perlu diberikan sesaji agar  terhindar dari gangguannya, sesungguhnya merupakan perbuatan kufur.  Tanpa harus mempercayai pun sesungguhnya manusia sudah diberikan  kesempurnaan yang lebih layak ketimbang setan tersebut. Hanya saja,  antisipasi agar terhindar dari bahaya syirik tentu harus semakin  diperkokoh dengan menghindari tontonan yang justru akan merusak aqidah  Islam seseorang tentu bagi yang masih rapuh ketauhidannya.[23]Meskipun  tidak seluruh tayangan mistis berdampak negatif.
Masalah-masalah gaib kini menjadi topik dalam beberapa tayangan  tayangan televisi, jin, setan hantu, pohon angker dan pesugihan,  meskipun tayangan tersebut memberikan informasi bagi para penontonnya,  namun hal ini membuat penulis tertarik ingin mengangkat masalah  ketauhidan, masalah klasik namun harus tetap dan wajib bagi seorang  muslim.
Dalam masa-masa dan keadaan krisis, manusia sangat membutuhkan  pertolongan. Oleh karena itu, mereka mendatangi siapa saja yang mereka  anggap mampu menolong mereka seperti, orang-orang suci, para nabi, imam,  para syuhada, bahkan meminta pertolongan pada malaikat dan peri. Dengan  berbaiat dan bersumpah kepada para penolong itu, mereka  memohon pertolongan yang mereka harap, dengan memohon agar yang mereka  datangi itu bisa memenuhi keinginan mereka. Kadang ada juga menawarkan  sesuatu persembahan yang istimewa kepada para penolong itu, sehingga  (menurut pikiran mereka) akan lebih memperbesar kemungkinan akan  terkabulnya semua keinginan mereka.[24]
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa sebagian umat Islam masih  ada yang melakukan cara-cara yang dilakukan oleh orang non muslim dalam  memperlakukan dewa-dewi mereka, kepada paranabi, orang-orang suci, imam,  syuhada, malaikat dan roh halus. Namun, meski mereka melakukan  dosa-dosa seperti di atas, mereka tetap mengaku masih sebagai orang  Islam yang mereka merasa perbuatan itu tidak mengurangi kualitas  keislamanya[25]
Sungguh benar firman Allah :
وما يؤمن اكثرهم بالله الا وهم مشركون   (سورة يوسف : 106)
Artinya : Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada  Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan  sembahan-sembahan lain). [26]
Lebih jauh lagi kita diperingatkan, bahwa siapapun  yang berdoa kepada seseorang sebagai perantaranya, juga tergolong  musyrik sebagaimana firman Allah :
الا لله الدين الخالص والذين اتخذوا من دونه اولياء ما نعبدهم الا  ليقربونا الى
الله زلفى ان الله يحكم بينهم في ماهم فيه يختلفون ان الله لايهدي من  هو كاذب كفار
)الزمر : 3)
Artinya :Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari  syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata)  : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami  kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan  memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya.  Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat  ingkar.[27]
Kepribadian muslim dibentuk sejak dini, orang tua sebagai seorang  muslim haruslah memiliki keyakinan akidah tauhid yang berkualitas. Namun  alangkah baiknya jika orang tua juga mengerti materi-materi ketauhidan,  sehingga orang tua dapat membekali anak-anaknya dengan keilmuan yang  didukung dengan ketauladanan tauhid sehingga terbentuk kepribadian  seorang muslim sejati.
Semakin kurang tauhid seorang muslim, semakin rendah pula kadar  akhlak, watak kepribadian, serta kesiapannya menerima konsep Islam  sebagai pedoman dan pegangan hidunya. Sebaliknya, jika akidah  tauhid seseorang telah kokoh dan mapan (established), maka  terlihat jelas dalam setiap amaliahnya. Setiap konsep yang berasal dari  Islam, pasti akan diterima secara utuh dan dengan lapang dada, tanpa  rasa keberatan dan terkesan mencari-cari alasan hanya untuk  menolak.Inilah sikap yang dilahirkan dari seorang muslim sejati.[28]
Islam atau Al Quran menghendaki agar pengabdian, pemujaan, atau  ketaatan hanya tertuju kepada Tuhan, dan bila berdoa taua berharap  kepada-Nya, haruslah bersifat langsung tanpa perantara seperti yang  dilakukan kaum musyrikin.
قل هو الله احد {1}  الله الصمد {2}  لم يلد ولم يولد  {3}  ولم يكن له  كفوا احد {4} (سورة الاخلاص : 1-4)
Artinya :     Katakanlah : “Dialah Allah , Yang Maha Esa, Allah  adalah tuhan Yang bergantung kepadanya segala sesuatu, Dia tiada beranak  dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara  dengan Dia”.[29]
Pemurnian tauhid menolak segala bentuk kemusyrikan bahwa tidak ada  satukekuatanpun yang menyamai Allah SWT. Tetapi sayangnya bahwa akidah  itu telah dicampuri”-secara keseluruhan-oleh pemikiran-pemikiran yang  diada-adakan  oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan  pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang hak. Oleh sebab itu,  lalu tidak dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat  mengarahkan ke jurusan yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak  dapat memberi pertolongan untuk dijadikan pendorong guna menempuh jalan  yang suci yang mencerminkan kemurnian peri kemanusiaan serta keluruhan  ruhaniah.[30]
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم : 6)
Artinya :  “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan  keluargamu dari api neraka “.[31]
Lembaga pendidikan merupakan salah satu institusi harapan masyarakat,  begitu pula keluarga. Keluarga merupakan pencetak dan pembentuk  generasi-generasi bangsa dan agama. Generasi yang memiliki otak yang  handal dan moral atau etika yang berkualitas. Secara ideal, pendidikan  Islam berupaya untuk mengembangkan semua aspek kehidupan manusia dalam  menacapai kesempurnaan hidup, baik yang berhubungan dengan manusia,  terlebih lagi dengan sang Pencipta.[32]
Keluarga adalah lingkungan pertama bagi pembentukan ketauhidan anak.  Orangtua adalah unsur utama bagi tegaknya tauhid dalam keluarga,  sehingga setiap orang wajib memiliki tauhid yang baik, sehingga dapat  membekali anak-anaknya dengan ketauhidan dan materi-materi yang  mendukungnya, disamping anak dapat melihat orang tuanya sebagai tauladan  yang memberikan pengetahuan sekaligus pengalaman, dan pengarahan
Jika latihan-latihan dan bimbingan agama terhadap anak dilalaikan  orang tua atau dilakukan dengan kaku dan tidak sesuai, maka setelah  dewasa ia akan cenderung kepada atheis bahkan kurang perduli dan kurang  membutuhkan agama, karena ia tidak dapat merasakan apa fungsi agama  dalam hidupnya. Namun sebaliknya jika pendidikan tentang Tuhan  diperkenalkan sejak kecil, maka setelah dewasa akan semakin dirasakan   kebutuhannya terhadap agama.[33]
Anak adalah amanat Allah kepada para orang tua. Amanat adalah sesuatu  yang dipercayakan kepada seseorang yang pada akhirnya akan dimintai  pertanggungjawaban. Firman Allah :
يأيها الذ ين امنوا لاتخونواالله والرسول وتخونوا امنتكم وانتم تعلمون
(سورة الانفال : 27)
Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati  Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati  manat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. [34]
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga, sehingga secara  kodrati tanggung jawab pendidikan tauhid berada di tangan orang tua.  Kecenderungan anak kepada orang tua sangat tinggi, Apa yang ia lihat,  dengar dari orang tuanya akan menjadi informasi belajar baginya.
Sehingga hanya dengan keluarga-keluarga yang memegang prinsip akidah  ketauhidan, dapat melahirkan generasi-generasi berkepribadian Islam  sejati, yang menjadikan Allah SWT sebagai awal dan tujuan akhir segala  aktivitas lahir dan batin kehidupannya.
C. Rumusan Masalah
Dari latar Belakang masalah yang telah diuraikan, penulis ingin  mengetahui beberapa hal dari hasil penelitian ini yakni :
- Bagaimana urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga ? - Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga?
 
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
- Mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga - Mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga.
 
- Mengetahui metode dan materi pendidikan tauhid dalam keluarga.
Kegunaan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai :
- Diharapkan memiliki nilai akademis dan mampu memberikan sumbangan pemikiran tentang pendidikan tauhid dalam keluarga, khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
- Sebagai informasi bagi setiap orang tua keluarga bagaimana memberikan pendidikan tauhid dan materi yang disampaikan kepada anak-anak mereka.
- Pola dalam membentuk masyarakat yang bertauhid sebagai modal untuk membangun bangsa, serta sebagai solusi alternatif terhadap masalah yang dihadapi bangsa.
- Bagi penulis agar menambah wawasan tentang konsep pendidikan tauhid, sebagai modal untuk berkeluarga nantinya.
E. Alasan Pemilihan Judul.
Didasarkan karya ilmiah dan wacana pendidikan Islam, frame”Konsep   pendidikan Tauhid Dalam Keluarga perspektif pendidikan Islam” ,  belum ada yang menulis secara khusus. .Dengan beberapa point alasan,  mengapa judul-tema tersebut diangkat :
- Pendidikan Tauhid merupakan landasan utama seorang muslim, identitasnya ditentukan oleh ketauhidannya yang benar, dia adalah sebuah pondasi bangunan, kuat tidaknya bangunan ditentukan oleh “pondasinya”, ia adalah akar sebuah pohon, hidup matinya pohon tergantung sehat tidaknya;kuat rapuhnya akar sang pohon. Sehingga “Tauhid” menjadikan seorang muslim hanya tunduk, patuh pasrah kepada Allah. Pengakuan tersebut harus dicerminkan dengan keyakinan teguh dalam hati sampai akhir hayat, juga diucapkan secara lisaniyah, serta teraplikasi dalam setiap aktivitas gerak fisik.
- Begitu pun kajian tentang pendidikan tauhid dalam keluarga secara praktis belum banyak dikembangkan, meskipun banyak dikaji dan dibahas oleh para tokoh pendidikan muslim, di era informasi ini, media memberikan semua informasi yang diinginkan termasuk informasi hal-hal gaib dan mistis.Oleh sebab itu bagaimana orang tua menjadi sumber informasi utama dan pokok bagi anak-anaknya diantaranya yang paling penting informasi tentang ketauhidan.
- Karena anak lahir dan hidup pertama sekali dalam keluarga, ia belajar dari orang tuanya, begitu pula informasi terbaik bahkan terburuk, informasi yang benar bahkan yang salah diterima pertama kali dalam keluarga. Begitupun informasi ketauhidan yang ia peroleh dari orang tua, harus lebih ia percayai dari pada dari hasil ia menonton tv ataupun media lainnya.
F. Telaah Pustaka
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah  skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam keluarga belum  penulis temukan secara khusus, namun ada beberapa skripsi yang menulis  tentang pendidikan keimanan. Namun yang menggunakan istilah pendidikan  tauhid hanya ada sebuah skripsi saudari Hartani ( 1999), Fakultas  Tarbiyah, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),  yang berjudul “Pendidikan  Tauhid Pada Usia Remaja” ,saudari Hartani hanya sedikit  menjelaskan tentang pendidikan tauhid bagi anak remaja dalam keluarga.  Dijelaskan bahwa perkembangan keberagamaan diusia remaja menuntut orang  tua harus mampu menjadi teman bagi anak-anak mereka, karena pada usia  tersebut remaja memerlukan teman – sahabat yang bisa ia ajak bicara,  maka jika orang tua tidak mampu menjadi sosok seorang teman-sahabat bagi  anaknya diusia remaja, sangat sulit untuk membimbing, juga memberikan  informasi tentang “ketauhidan”.
Skripsi saudara Hunainin (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan Pendidikan  Agama Islam, yang berjudul “ Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut  Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al  Islam (Tujuan , Materi, Dan Metode)”.  Dia menjelaskan bahwa  pendidikan keimanan bagi anak bertujuan untuk membentuk anak yang  bertanggungjawab, jujur, dan terhindar dari sifat-sifat kebinatangan.   Tanggugjawab ini dipikul oleh orang tua, sebagai pendidik pertama dan  utama bagi anak-anaknya.
Selanjutnya skripsi saudara Silahuddin (1998) Fakultas Tarbiyah,  jurusan Pendidikan Agama Islam dengan judul “Pendidikan Keimanan  Pada Usia Anak (Tinjauan Psikologis)”. Dia menyimpulkan bahwa  pendidikan keimanan pada usia anak yakni usia 0-12 tahun, metode yang  paling baik adalah dengan metode keteladanan. Hal ini disebabakan oleh  pertumbuhan psikomotor anak dan perkembangan anak. Dia menekankan kepada  asma-asma Allah sebagai materinya, dengan harapan anak dapat meresapi  dan mengamalkannya di kehidupannya di masa yang akan datang.
Selain itu ada beberapa skripsi yang membahas tentang pendidikan anak  dalam keluarga salah satunya skripsi milik saudari Anik Suryani Latifah  (2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam, berjudul “Pendidikan  Keluarga Membentuk Anak Shaleh Yang Cerdas Dan Kreatif”, ada satu  paragraf yang sekilas menjelaskan pendidikan tauhid dalam keluarga bagi  anak.Keteladanan nampak ditonjolkan sebagai metode orang tua dalam  mendidik anak-anak mereka.
Skripsi saudari Bahisatul Badiyah (1996) Fakultas Tarbiyah, jurusan  PAI, menulis “Mendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Pendidikan Islam”,  dijelaskan dalam skripsinya bahwa agama seseorang ditentukan oleh  pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada masa  kecil;sehingga orang tua harus menanamkan dasar keimanan yang bersih dan  membiasakan dengan ibadah. Dimulai dengan menanamkan kalimat La Ilaha  illa Allah, sebagai kalimat tauhid yang pertama sekali didengar anak  melalui adzan yang diucapkan sang ayahnya.Berpijak pada QS. Luqman ayat  13 bahwa tugas awal adalah menanamkan pendidikan tauhid keimanan kepada  Allah SWT.
Selanjutnya ada skripsi saudari Umi Sa’adah (1998) “Pendidikan  Islam Dalam Keluarga : Telaah kitab Sahih Bukhari” Fakultas  Tarbiyah, jurusan PAI, mengungkapkan bahwa keluarga adalah pendidikan  pendahuluan dan memparsiapkan anak untuk lembaga sekolah dan masyarakat.  Untuk itu perlu dilakukan peningkatan kualitas keluarga yakni dalam  memilih calon isteri maupun suami menjadikan agama sebagai prioritas  utama. Begitu juga dalam mengisi pertumbuhan awal anak diprioritaskan  kepada pendidikan agama, salah satu pokoknya ialah pendidikan iman atau  aqidah.
Kemudian skripsi berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga :  Studi atas pemikiran KH. Abdurrahman Ar-Roisi” yang ditulis oleh  Umar Faruq (2003) Fakultas Tarbiyah, jurusan Kependidikan Islam sedikit  menyinggung tentang keluarga idaman disebutkan bahwa tujuan pendidikan  Islam dalam keluarga adalah menciptakan keluarga idaman yakni bahagia  lahir-batin, dunia dan akhirat. Sebagai langkah awalnya ialah pendidikan  pembentukan keyakinan kepada Allah yang dapat diharapkan melandasi  sikap, tingkah laku dan kepribadian anak.
Skripsi saudara Setiyo Budiono (1999) Fakultas Tarbiyah, jurusan PAI,  menulis “ Pendidikan Keluarga Dalam Islam : Suatu Kajian Teoritis”.  Menjadikan anak sebagai pusat pembahasannya (children centereted),  dibahas sekilas tentang pendidikan tauhid karena salah satu fungsi  keluarga sebagai lembaga pendidikan (education).
Namun penelitian pada tulisan tetap memiliki perbedaan dengan  skripsi-skripsi di atas, karena lebih difokuskan kepada konsep  pendidikan tauhid dalam keluarga untuk anak. yang akan membahas tentang  urgensi, metode serta materinya secara eksplisit.
G. Kerangka Teoritik
Kepercayaan atau keyakinan akan yang gaib merupakan pokok kepercayaan  keagamaan bagi setiap agama yang berdasarkan percaya kepada Tuhan Yang  Maha Esa yang tidak dapat dicapai dengan penglihatan indera mata, sedang  Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Halus  lagi Maha mengetahui (Al An’am :103),
لاتدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير (سورة الانعام  :103)[35]
Sehingga dikatakan bahwa sesunggguhnya ciri khas kepercayaan beragama  adalah mempercayai semua hal yang metafisik  atau gaib.[36]
Beriman kepada hal-hal yang gaib bagi kaum muslimin bukanlah sesuatu  hal yang bertentangan dengan hukum akal, tapi merupakan suatu hal yang  melampaui ruang lingkup indera dan alam nyata. Logikapun membenarkan  pengambilan dalil atau bukti  dari sesuatu yang konkret ataupun  nyata  sebagai bukti adanya yang gaib.Keterkaitan antara yang nyata dengan yang  gaib, yang saling mendukung eksistensi Atau dari yang suatu yang ada  diluar jangkauan indera. Demikian Al Quran menetapkan dalil tentang  ciptaan Allah yang konkret sebagai tanda adanya sang pencipta, yang  merupakan zat yang tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata.[37]
Tunduk kepada kemampuan khayalan dan mengikatkan diri semata-mata  pada kecenderungan akal, ditambah lagi ketidaktahuan terhadap sesuatu  yang tidak kita ketahui, adalah jalan menuju kesesatan. Akal tidak dapat  menjadi pegangan pokok dalam meyakini sebuah kebenaran.Kekeliruan  persepsi, karena mengutamakan akal tanpa diringi bimbingan wahyu akan  menyebabkan rusaknya akidah.[38]
Diturunkannya akidah Islam yang komprehensif, memenuhi tuntutan emosi  dan rasio, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui  sebelumnya, karena akal memiliki batas-batas dan mengeluarkan manusia  dari kegelapan kebodohan, lalu menyinari jalan yang dilaluinya. Karena  itu, barang siapa mengikuti apa yang diajarkan oleh wahyu Allah SWT,  melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, kemudian beriman kepada  segala sesuatu yang disampaikan oleh Al Quran, berarti ia telah  memperoleh petunjuk, dilindungi dan dipenuhi segala kebutuhannya.Dan  barangsiapa menyimpang dari ajaran wahyu-Nya, berarti ia telah  disesatkan setan : Barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, maka  tidaklah dia mempunyai cahaya (petunjuk) sedikitpun (QS. An-Nur  :40).[39]
…ومن لم يجعل الله له نورا فما له من نور (سورة النور :40)[40]
Mengingat pentingnya iman bagi seseorang, maka sudah seharusnya bila  pendidikan Islam menetapkan tauhid ini menjadi pondasi yang pertama.  Artinya, pendidikan Islam tidak boleh bertentangan dengan konsep  ketauhidan dan harus menumbuhkan serta memperkuat pertumbuhannya secara  positif.[41]
Saat ini manusia telah dapat mengetahui banyak hal yang dahulu hanya  diketahui melalui akal. Dengan ilmunya yang yang melahirkan alat-alat  yang sangat canggih, manusia telah mampu mengetahui bentuk fisik hal-hal  tersebut  setelah melalui berbagai penelitian dan dengan menggunakan  alat-alat tertentu, walaupun benda-benda tersebut tidak dapat dilihat  dengan hanya menggunakan mata telanjang tanpa bantuan alat-alat canggih  yang mampu menambah jangkauan penglihatan mata yang tadinya terbatas.[42]
Manusia percaya sepenuhnya terhadap keberadaan hal-hal tersebut   tanpa mempertanyakan lagi wujud fisiknya. Manusia hanya mengetahui  aktifitas yang dihasilkan dari gerakan dan keberadaan benda-benda  tersebut. Hal ini merupakan suatu bukti bahwasannya Allah SWT telah  menciptakan banyak hal yang tidak kasat mata, yang esensinya tidak mampu  dijangkau oleh akal.[43]
Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid  adalah akidah  universal (syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan  seluruh aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek  dalam hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu  tauhid. Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara  total – mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul (ucapan),  hingga amal – kepada Allah semata-mata.[44]
Tauhid, hakekat dan maknanya terdiri dari tiga kriteria yang talazum  (simbiosis mutualisme), satu sama lain tidak dapat terpisahkan.  Ketiga kriteria tersebut adalah : 1.Tauhid Rububiyah, 2.Tauhid  Uluhiyah, 3.Tauhid al-Hakimiyyah.
1. Tauhid Rububiyah
Yang dimaksud dengan Rububiyah di sini adalah melekatkan semua  sifat-sifat ta’tsir (yang mengandung unsur dominasi atau  pengaruh) pada Allah SWT, umpamanya sifat Pencipta, Pemberi rezeki,  Pengatur alam, Yang menghidupkan, mematikan, Pemberi petunjuk, dan  sebagainya.
Maka Allah Ta’ala adalah Robb, Penguasa seluruh alam, tak ada Tuhan  selain Dia. Dialah Pencipta, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang  menetapkan seluruh aturan dan hukum atas semua makhluk-Nya. Di  tangan-Nya terletak kerajaan dan kekuasaan mutlak. Bertindak di alam ini  sebagaimana keinginan-Nya, tanpa ada yang bisa menghalangi dan  menghambat-Nya. Hanya Dia yang mampu memberikan manfaat/keuntungan dan  mendatangkan mudharat.[45]
2. Tauhid Uluhiyah
Maksudnya bahwa hanya Allah SWT semata-mata yang berhak diperlakukan  sebagai tempat khudhu’ (tunduk/merendah) oleh hambaNya dalam  beribadah dan taat.Dengan kata lain, tak ada yang berhak dipatuhi secara  mutlak selain Allah SWT. Semua manusia adalah hamba Allah. Hamba yang  betul-betul berlaku dan berpenampilan sebagai hamba. Bukan hamba yang  berlagak sebagai “raja”. Manusia tidak berhak memperbudak manusia  lainnya, dengan alasan apapun. Seluruh penguasa di muka bumi harus  tunduk kepada penguasa tunggal:Allah SWT.[46]
3. Tauhid al-Hakimiyyah.
pembahasan konsep tauhid ini, yaitu Tauhid al-Hakimiyyah. Konsep ini  mungkin sudah terkandung dalam pengertian “Uluhiyah”, tapi masih  bersifat global. Pemisahan ini bertujuan agar lebih menonjolkan  kehakimiyahan Allah secara tersendiri.Makna al-Hakimiyyah ialah hanya  Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum.[47]
Islam takkan ada tanpa tauhid, bukan hanya Sunnah Nabi kita jadi  patut diragukan dan perintah-perintahnya bergoncang-goncang  kedudukannya; pranata kenabian itu sendiri akan hancur tanpa tauhid.[48]
Ismail Raji al Faruqi mengatakan bahwa berpegang teguh pada prinsip  tauhid merupakan dasar dari seluruh bentuk kesalehan.Wajarlah jika Allah  SWT dan Rasul-Nya menempatkan tauhid pada status tertinggi dan  menjadikannya menjadi penyebab kebaikan dan balasan pahala terbesar bagi  seorang muslim yang bertauhid.[49]
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia yang disusun oleh Tim penulis IAIN  Syarif Hidayatullah, disebutkan bahwa para ulama membagi tauhid kepada  dua ketegori : tauhid Rububiyah dan tauhid  Ubudiyah. Kebanyakan umat yang sudah menyimpang dari  tauhid itu , masih memiliki tauhid rububiyah, karena mereka sebenarnya  masih mengakui dan meyakini hanya ada satu Tuhan yang menciptakan  dan  memelihara segenap alam semesta ini, kesalahan mereka adalah karena  mereka tidak legi berpegang teguh kepada tauhid ubudiyah.Inilah tauhid  yang menghendaki ubudiyah atau ketaatan tanpa syarat hanya tertuju  kepada Allah SWT.[50]
Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni [51]:
- Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah.
- Nubuwat. Yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, dan lain sebagainya.
- Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan,
- Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, surga dan neraka.
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah)  melahirkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan  Tuhan;semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam  urusan Yang Maha Esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap,  tingkah laku, atau perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini.[52]
Tauhid tidak hanya  sekedar memberikan ketentraman batin dan  menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan,bermanfaat bagi  kehidupan umat manusia., tetapi juga berpengaruh besar terhadap  pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya  berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup.[53]
Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada  anaknya dapat membentuk atau merusak masa depan anak.Oleh sebab itu masa  depan anak sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan  lingkungan yang diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu  menciptakan  rumah menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan  memiliki kecenderungan kepada agama.[54]
DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila  diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai,  topan dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang  kuat dan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket.  Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan  fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa  keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar.[55]
Pendidikan anak yang paling berpengaruh  dibandingkan dengan yang  lain adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam  sejak awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih  pendidikan.Juga waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak  dibandingkan tempat lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang  paling berpengaruh terhadap anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub  yang dikutip oleh Khatib Ahmad Santhut.[56]
Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara  yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat,  sehingga dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan  mudah diterima oleh anak.[57]
Dalam adigum ushuliyah disebutkan al-Amru bi asy-syai’i amru  biwasailihi, walil-wasaili hukmu al-maqoshidi , maksudnya ialah  “perintah pada sesuatu (termasuk pendidikan) maka perintah pula mencari  metodenya, dan bagi metodenya hukumnya sama dengan apa yang  dituju.Senada dengan hal ini ada firman Allah yang berbunyi :
…وابتغوا اليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله… (سورة المائدة :35)[58]
Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan  metode yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga  tujuan pendidikan yang diinginkan dapat dicapai.[59]
Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan  kepada anak yakni :
- Teladan yang baik;
- Kebiasaan yang baik;
- Disiplin, hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan;
- Memotivasi;
- Memberikan hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis;
- Memberikan hukuman dalam rangka kedisiplinan;
- Suasana kondusif dalam mendidik.[60]
Menyusun sebuah metode harus mencakup tiga hal penting antara lain :
- Cara tersebut bertujuan untuk menjelaskan materi kepada anak didik.
- Cara tersebut merupakan cara yang tepat untuk menjelaskan, dan dipakai untuk materi tertentu serta situasi tertentu pula.
- Cara tersebut mampu memberikan kesan yang mendalam kepada anak didik.[61]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam  mendidik anak adalah :
- Pendidikan dengan keteladanan.
- Pendidikan dengan adat dan kebiasaan.
- Pendidikan dengan nasehat.
- Pendidikan dengan perhatian.
- Pendidikan dengan memberikan hukuman.[62]
Sementara Muhammad Zein menjelaskan bahwa metode yang mudah dilakukan  para orang tua dalam mendidik anak-anaknya ada tiga yakni :
- Meniru.
- Menghafal.
- Membiasakan.[63]
Mendidik anak pada periode pertama yakni usia 0-6 tahun, merupakan  masa yang sangat penting. Karena semua informasi mempunyai pengaruh yang  sangat mendalam dalam membentuk kepribadian anak. Anak akan merekam  informasi apapun pada periode ini, sehingga pengaruhnya akan lebih nyata  pada kepribadiannya setelah dewasa. Ada beberapa hal yang harus  diperhatikan para orang tua pada periode ini antara lain :
- Memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh anak.
- Membiasakan anak untuk disiplin.
- Orang tua mampu menjadi teladan yang baik bagi anak.
- Membiasakan etika umum yang baik.[64]
Periode selanjutnya ketika anak berusia 7-12 tahun. Anak pada periode  ini lebih siap untuk belajar. Anak mau meniru dan mendengarkan nasehat,  meskipun anak lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebaya.  Semangatnya sangat tinggi untuk belajar keterampilan tertentu. Masa ini  sangat baik untuk mendidik dan mengarahkan anak sesuai dengan minat dan  bakat yang ia miliki.Pada periode ini anak dapat diajarkan beberapa hal,  antara lain :
- Pengenalan kepada Allah dengan cara sederhana, juga diajarkan - Allah Esa tidak ada sekutu.
- Allah adalah pencipta alam semesta.
- Cinta kepada Allah.
- Mengajarkan sebagain hukum yang jelas, juga tentang halal dan haram.
- Mengajarkan baca Al Quran.
- Mengajarkan hak dan kewajiban sebagai hamba Allah.
- Mengenalkan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
- Mengajarkan etika umum.
- Meningkatkan sikap percaya diri anak dan juga tanggungjawab.[65]
 
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta  didik ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir  memerlukan pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan  sepanjang hidunya sebagai sebuah proses.[66]
Pendidikan Islam menggunakan konsep pendidikan sepanjang hayat (life  long education). Sehingga manusia dalam rentang kehidupannya  selalu memerlukan pendidikan, dengan  bimbingan, pembentukan,  pengarahan, dan pengalaman. Semua itu dilakukan secara bertahap dan  berbeda, disesuaikan dengan kebutuhan pada perkembangan usianya[67],  begitu pun pada pendidikan tauhidnya.
Penyusun dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5  metode yaitu :
- Kalimat tauhid.
- Keteladanan.
- Pembiasaan.
- Nasehat.
- Pengawasan.
H. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research),  yaitu penelahaan terhadap buku-buku, karya ilmiah, karya populer., dan  literatur lain yang berhubungan dengan tema yang diteliti.
2.  Sumber Data
Penulis mengumpulkan data dari berbagai literatur sebagai sumber  primer ialah buku “ Islam Dalam Berbagai Dimensi” karangan Dr.  Daud Rasyid, MA., kemudian “Kuliah Akidah Islam” karangan Drs.  Yunahar Ilyas, Lc.,Sri Harini dan Aba Firdaus al Halwany “ Mendidik  Anak Sejak dini”,. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi “ Filsafat  Tauhid Mengenal Tuhan Melalui Nalar Dan Firman”,Abdullah Nashih  Ulwan “Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah Kidah Dasar”,  .Juga literatur-literatur sebagai sumber data sekunder, yakni data-data  lain yang penulis peroleh baik dari buku-buku, artikel, yang ada  hubungannya langsung atau tidak langsung dengan materi pembahasan yang  penulis teliti.Buku-buku tersebut antara lain : Prof. H.M. Arifin, M.Ed  (1996) Ilmu Pendidikan Islam, H. Abu Tauhid (1990) Beberapa  Aspek Pendidikan Islam, Maulana  Musa Ahmad Olgar (2000, terjm:  Supriyanto Abdullah Hidayat) Mendidik Anak Secara Islami.Ma’ruf  Zurayk (1994) Aku Dan Anak-anakku : Bimbingan Praktis Mendidik Anak  menuju Remaja. dan buku-buku lain yang tidak penulis sebutkan  dalam tulisan ini
3.  Analisa Data
Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul  menggunakan teknik deskriftif analitik, yaitu teknik analisa data yang  menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan membandingkan  fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui langkah  mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data dengan  metode berpikir :
- Deduktif : merupakan tehnik berpikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum , dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum itu kita hendak menilai suatu kejadian yang sifatnya khusus.[68]
- Induktif : ialah berpikir dengan berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa yang konkrit, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang khusus konkret itu ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.[69]
I. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi penelitian ini menjadi beberapa bab yang terangkum  dalam sitematika pembahasan berikut ini :
Bab kesatu : merupakan pendahuluan,  berisikan pendahuluan menjelaskan tentang penegasan judul, latar  belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,  alasan pemilihan judul, kerangka teoritik, telaah pustaka, metode  penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : akan dibahas tentang urgensi  pendidikan tauhid dalam keluarga, meliputi pengertian, tujuan, dasar dan  sumbernya.
Bab ketiga : diuraikan tentang pendidikan  tauhid dalam keluarga materinya adalah ilahiyat, mubuwat, ruhaniyat, dan  sam’iyat, dalam penyampaian materi ini digunakan lima metode yakni  kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan metode pengawasan.
Bab keempat : berisi penutup, kesimpulan  dan saran-saran yang merupakan intisari terhadap konsep yang ditawarkan  dalam penulisan ini sebagai harapan penulis.
BAB II
URGENSI PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
            Urgensi dalam kamus Ilmiah Populer  disebutkan sebagai suatu keperluan yang sangat penting dan mendesak.  Dengan akar kata urgen yang berarti penting dan mendesak,  memerlukan keputusan dan tindakan yang segera.[70]  Untuk mengetahui urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, maka ada  baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian, dasar  dan tujuan, serta fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga. Berikuit ini  akan diuraikan tentang  keempat hal tersebut. 
A. Pengertian Pendidikan Tauhid dalam keluarga
Firman Allah SWT :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا… (سورة التحريم : 6)
Artinya :  Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan  keluargamu dari api neraka.[71]
H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam mengungkapkan  bahwa arti  menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka atau  disebut (الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat Sayid Sabiq  :
ووقاية النفس والاهل من النار تكون بالتعليم والتربية وتنشئتهم على
الاخلاق الفاضلة¸وارشادهم الى مافيه نفعهم وفلاحهم. [72]
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran  dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak  yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan  membahagiakan diri serta keluarga.
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari  siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu  sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang  beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah,  akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah  Allah SWT yang harus dilaksanakan.[73]  Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan terutama penanaman  ketauhidan kepada putra putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya  berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada  tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur  lebur.
لو كان فيهما الهة الا الله لفسدتا …(سورة الانبياء :22)[74]
Artinya :  Sekiranya ada di langit dan bumi tuhan-tuhan selain Allah,  tentulah keduanya itu telah rusak binasa.
Sehingga jin dan manusia diciptakan Allah hanyalah untuk mengabdi,  menyembah serta menghambakan dirinya secara penuh sebagai hamba-Nya.
وما خلقت الجن والانس الاليعبدون (سورة الذاريات :56)[75]
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya  mereka menyembah-Ku.
Allah yang Maha Pengampun akan mengampuni dosa apapun yang dilakukan  hamba-Nya selama ia bertobat, namun Allah tidak akan memberikan  pengampunan terhadap siapa saja yang telah menduakan-Nya, menyamakan-Nya  dengan yang lain sampai-sampai Allah memberikan ultimatum ini sebanyak  dua kali dengan redaksi yang hampir sama yakni dalam surat an Nisa ayat  48 dan 116.
ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء…
(سورة النساء : 116 و48)[76]
Perbuatan syririk atau lawan dari tauhid berarti menzolimi diri  sendiri, serta Allah mengharamkan pelakunya untuk menikmati surga karena  tempat bagi siapa saja pelakunya adalah neraka jahanam (QS. al Ma’idah :  72).
…انه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأو   النار (سورة الما  ئدة :72)[77]
Tauhid, dalam Ensiklopedia Islam yang disusun oleh Tim IAIN Syarif  hidayatullah terbagi  menjadi dua yakni : tauhid Rububiyah dan  tauhid Ubudiyah.[78]  Sedangkan menurut Isma’il Raji Al Faruqi tauhid terdiri dari tiga  kriteria yang talazum, yakni Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah  dan Tauhid Al Hakimiyah.[79]Ruang  lingkup aqidah oleh Drs. Yunahar Ilyas, Lc. yang meminjam sistematika  Hasan al Banna membagi ruang lingkup tauhid menjadi 4 bagian yakni Ilahiyat,  Nubuwat, Ruhaniyat, dan Sam’iyyat[80].
Semua aktivitas alam semesta ini tidak terlepas dari kebesaran dan  kekuasaan Allah sebagai Rabb. Allah tidak membutuhkan bantuan  siapapun untuk mengurus alam ini, mengakui bahwa Dialah Rabb  yang Esa, tunggal tidak ada Rabb selain Dia inilah yang disebut  sebagai tauhid rububiyah.
Selanjutnya ketauhidan itu tidak hanya pengakuan bahwa Allah  satu-satunya pencipta dan Ilah, namun ketauhidan tersebut harus sejalan  dengan semua aktivitas seorang hamba, keyakinan tersebut harus  diwujudkan melalui ibadah, amal sholeh yang langsung ditujukan kepada  Allah SWT tanpa perantara serta hanya untuk Dialah segala bentuk  penyembahan dan pengabdian, ketaatan  tanpa yang hanya tertuju  kepada-Nya syarat, inilah tauhid ubudiyah.
Tauhid Uluhiyah sebagaimana dijelaskan oleh Daud Rasyid  ialah bahwa yang berhak dijadikan tempat khudhu’ atau  ketundukan dalam beribadah serta ketaatan hanyalah Allah SWT yang berhak  dipatuhi secara mutlak oleh hambanya bukan hamba yang berlagak sebagai  “raja”.[81]  Dijelaskan pula bahwa Tauhid Al Hakimiyah ialah hanya  Allah-lah yang berhak membuat ketentuan, peraturan, dan hukum.Meskipun  mungkin konsep ini sudah terkandung dalam pengertian Uluhiyah namun  ulama kontemporer tetap memisahkannya dengan tujuan menonjolkan  kehakimiyahan Allah SWT.[82]
Ketauhidan ini harus dimiliki oleh setiap muslim, oleh sebab itu  ditanamkan kepada para generasi penerus karena tanpa tauhid semuanya  akan hancur, baik masa depan agama maupun bangsa. Pendidikan ketauhidan  perlu ditanamkan sejak dini. Awal kehidupan serta lingkungan pertama dan  utama yang dikenal anak adalah keluarga.
Keluarga dapat disebut sebagai unit dasar serta unsur yang  fundamental dalam masyarakat, karena dengan keluarga kekuatan-kekuatan  yang tersusun dalam komunitas sosial dirancang di dalamnya.[83]Nabi  Muhammad SAW memandang keluarga sebagai struktur yang tak tertandingi  dalam masyarakat, beliau sendiri memberikan contoh teladan dalam masalah  ini, serta menganjurkan umatnya untuk mengikuti dan melestarikan  tradisi mulia dan agung ini, disamping itu sebuah perkawinan dan  pembentukan keluarga sebagai salah satu prinsip moral yang paling  penting dalam pandangan Islam.[84]
Pemilihan pasangan hidup atas dasar cinta serta keikhlasan, sehingga  pernikahan dilandasi rasa kerelaan dari kedua pasangan dalam rangka  mencari ridho Allah dengan mengikuti sunnah. Awal pernikahan yang  demikian dapat membentuk keluarga yang sakinah, karena kedua pasangan  menjadikan agama sebagai landasan untuk saling mengikat diri dalam tali  pernikahan yang resmi secara agama dan undang-undang yang berlaku.
Memelihara kelangsungan keturunan ( hifzh an-nasl) merupakan  salah satu syari’at Islam yang hanya dapat diwujudkan melalui  pernikahan yang syah menurut agama serta undang-undang, keluarga yang  diliputi rasa cinta kasih (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah)  kedua pasangan.Demikainlah janji Allah sebagai salah satu kekuasaan-Nya  menciptakan pasangan (laki-laki dan perempuan) dari jenis yang sama  agar masing-masing dapat berkomunikasi agar tercipta ketenteraman, serta  Dia jadikan kasih sayang di antara kita.
ومن ايته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة
ورحمة …(سورة الروم : 21)[85]
Artinya :     Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia  menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu  cenderung dan mersa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu  kasih dan sayang.
Keluarga dalam bentuk yang paling umum dan sederhana terdiri dari  ayah, ibu dan anak (keluarga batih).Ayah dan Ibu, keduanya merupakan  komponen yang sangat menentukan kehidupan anak, terutama ketika masih  kecil.Secara biologis dan psikologis ayah dan ibu merupakan pendidik  pertama dan yang utama bagi anak dalam lingkungan keluarga.[86]
Anak bagi keluarga merupakan anugrah yang diberikan Allah SWT yang  memiliki dua potensi yakni baik dan buruk. Hal tersebut tergantung  bagaimana pendidikan yang diberikan oleh kedua orng tuanya. Orang tua  memiliki peran yang  tidak dapat diremehkan bagi masa depan anak. Anak,  memiliki fitrah yang dibawanya, tergantung bagaimana perkembangannya  yang banyak tergantung kepada usaha pendidikan dan bimbingan yang  dilakukan kedua orang tuanya. Oleh karena itu diharapkan orang tua  menyadari kewajiban serta tanggung jawabnya terhadap anak-anaknya. Dalam  sebuah hadits dikatakan bahwa semua anak dilahirkan dalam keadaan suci,  maka kedua orang tuanyalah yang membuat anak menjadi Yahudi, Nasrani  atau Majusi (HR. Bukhari).[87]
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)[88]
Prinsip-prinsip pendidikan Lukman Al Hakim merupakan salah satu teori  yang sangat diperlukan bagi orang tua dalam interaksi edukatif dalam  keluarga.Peranan orang tua sebagai pendidik merupakan kemampuan penting  dalam satuan pendidikan kehidupan keluarga (family life education). Karakteristik  pendidik yang dicontohkan Lukmanul Hakim di antaranya adalah bertauhid  dan bertakwa kepada Allah SWT. Tauhid merupakan isi pokok yang harus  dikuasai oleh orang tua, sebagai teladan dalam keluarga orang tua harus  mengamalkannya sebelum ia sampaikan kepada anak-anaknya. Dalam interaksi  edukatif orang tua dan anak memiliki peranan masing-masing yang saling  mendukung interaksi edukatif tersebut.[89]
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13)[90]
Allah juga berfirman :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله  وليقولوا
قولا سديدا ( النساء:9)
Artinya :  Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang  seandainya meninggalkan  di belakang mereka anak-anak yang lemah,yang  mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu  hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan  perkataan yang benar.[91]
Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah  merupakan tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan  tersebut tercapai anak harus didik secara baik dan benar, karena anak  yang sehat fisiknya dan psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi  setiap orang tua atau keluarga. Anak juga merupakan rahmat Allah yang  bernilai tinggi serta memiliki manfaat yang sangat besar di dunia dan  akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah  yang harus disyukuri dan Allah  akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat kepada para orang  tuanya.[92]
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami  pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup.Anak dalam skripsi  ini adalah anak yang berusia 0-12 tahun oleh Zakiah Daradjat masa ini  disebut masa anak. Perkembangan agamanya akan sangat ditentukan oleh  pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya.[93]
Perkembangan agama pada anak ada tiga tahap yakni :
- Tingkat dongeng yakni ketika anak berusia 3-6 tahun.
- Masa kenyataan yakni ketika anak memasuki sekolah dasar. Anak sudah dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis, ia akan senang dan tertarik pada lembaga agama yang mereka lihat dikelola oleh rang dewasa. Segala tindakan (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat.
-  Tingkat Individu. Seiring dengan perkembangan usianya, anak telah  memiliki kepekaan emosi yang tinggi. Tahap ini dibagi menjadi tiga : - Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sedkit fantasi.
- Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni, meskipun anak sering menggunakan pandangan dan argumen yang ia ketahui.
- Konsep ke-Tuhanan humanistik. Agama telah menajadi etos humanis dalam diri anak. Hal ini disebabkan bertambahnya usia dan pengaruh luar dari lingkungannya.[94]
 
Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak  anak dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan  agama anak sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan  perbuatan orang tuanya. Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima  anak, meskipun belum mempunyai kemampuan memikirkan kata-kata dan  informasi yang ia terima. Orang tua bagi anak adalah benar, berkuasa,  pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan antara orang tua dan  anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama anak.[95]
Tauhid akan membuat jiwa tenteram, dan menyelamatkan manusia dari  kesesatan dan kemusyrikan. Selain  itu, tauhid juga berpengaruh untuk  membentuk sikap dan perilaku anak. Jika tauhid tertanam dengan kuat, ia  akan menjadi sebuah kekuatan batin yang tangguh. Sehingga melahirkan  sikap positif. Optimisme akan lahir menyingkirkan rasa kekhawatiran dan  ketakutan kepada selain Allah. Sikap yang positif dan perilaku positif  akan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain.[96]
Rasul bersabda :
قال صلى الله عليه وسلم : اجتنبوا السبع الموبقات, قيل يارسول الله
وما هن ؟. قال : الشرك بالله…( متفق عليه )[97]
Artinya :     Rasulullah SAW bersabda :” Jauhilah olehmu tujuh  dosa-dosa besar!”, Dikatakan, wahai Rasulullah apa sajakah dosa-dosa  besar itu ?, Rasul menjawab :”Syirik kepada Allah…” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa ada tujuh dosa besar yang sangat  berbahaya. Syirik adalah salah satunya. Ada beberapa hal yang berkaitan  dengan syirik antara lain :
1). Syirik merupakan salah satu hal yang dapat membinasakan manusia  karena :
a). Syirik dapat menghancurkan ketauhidan dan keimanan.
b). Syirik menjerumuskan seseorang ke neraka.
2). Syirik berada pada urutan pertama pada hadits di atas karena :
a). Syirik merupakan masalah serius bagi seluruh kaum muslimin  sehingga memerlukan perhatian serta tindakan nyata.
b). Dosa syirik tidak akan akan mendapat ampunan Allah SWT.[98]
Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha  pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap  anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode  kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode  ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan  anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan  ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk menjadi hamba Allah yang  bertakwa.
B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Al-Quranul Karim , Sunnah Nabi Muhammad saw, serta penalaran serta  perenungan yang sehat terhadapnya merupakan asas atau sumber pokok  akidah islamiyah, demikian penjelasan Prof. Dr. Ali Abdul Halim Mahmud.[99]
Karena membicarakan dasar pendidikan Islam berarti membicarakan dasar  syari’at  Islam yakni Al Quran dan Sunnah Nabi.[100]
Dasar-dasar pendidikan tauhid dalam keluarga dalam Al Quran antara  lain :
1.  Surat At Tahrim ayat 6 :
يأيها الذين امنوا قوا انفسكم واهليكم نارا … (سورة التحريم :6)[101]
Artinya :  “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan  keluargamu dari api neraka…”.
- Surat Luqman ayat 13 :
واذ قال لقمن لابنه وهو يعظه يبني لاتشرك بالله ان الشرك لظلم عظيم
(سورة لقمن :13) [102]
Artinya : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di  waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “ Hai anakku, janganlah kamu  mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah  benar-benar kezaliman yang besar.
3.   Surat Al Baqarah ayat 132-133 :
ووصى بها ابراهيم بنيه ويعقوب يبني ان الله اصطفى لكم الدين فلا تموتن
الا وانتم مسلمون , ام كنتم شهداء اذ حضر يعقوب الموت اذ قال لبنيه
ماتعبدون من بعدي قالوا نعبد الهك واله أبائك ابراهيم واسمعيل واسحق
الها واحدا ونحن له مسلمون (سورة البقرة : 132-133)[103]
Artinya :  Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada  anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata) :” Hai  anak-anakku, Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka  janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam. Adakah kamu hadir  ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada  anak-anaknya : “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Mereka menajwab : “  Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il,  dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh  kepada-Nya.
Sedangkan landasannya dari hadis antara lain sabda Nabi :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)[104]
Artinya :  Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia  dilahirkan menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan  dia menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Setelah mengetahui dasar pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat kita  lihat bahwa Al Quran dan Al Hadit ternyata memberikan statemen yang  jelas dan tegas tentang pendidikan perlunya pendidikan tauhid dalam  keluarga.
Selanjutnya ialah tentang tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga.  Membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga tidak terlepas dari  tujuan pendidikan Islam karena pendidikan tauhid dalam keluarga bagian  dari pendidikan Islam itu sendiri. Oleh sebab itu sebelum kita  membicarakan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga kita perlu  mengetahui tujuan pendidikan Islam terlebih dahulu.
Tujuan pendidikan Islam akan terlihat jelas jika kita melihat  defenisinya kembali. Tujuan adalah salah satu faktor yang harus ada  dalam setiap kegiatan begitu pun dalam kegiatan pendidikan, termasuk  aktivitas pendidikan Islam.Tentunya tujuan tersebut terwujud setelah  seseorang mengalami proses pendidikan Islam secara keseluruhan.[105]
Sayid Sabiq, menurutnya tujuan pendidikan Islam ialah untuk  menyiapkan manusia yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun  untuk masyarakat. Sedangkan Muhammad Athiyah Al Abrosyi memiliki konsep  yang berbeda yakni mempersiapkan individu agar dapat hidup dalam  kehidupan yang sempurna sebagai sosok yang berkepribadian “al-fadhilah”  atau “insan kamil”.An war jundi, memiliki bahasa konsep yang  lain, menurutnya tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang  berpribadi muslim.[106]
Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan  dalam  bidang keimanan ialah :
- Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya.
- Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu pengetahuan, bukan sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata.
- Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman.[107]
Menurut Al Ghazali tujuan pendidikan keimanan adalah agar anak didik  menjadikan akhirat sebagai orientasi utama dalam hidupnya. Melatih diri  untuk mendekatkan diri (bertakarrub) kepada Allah, membentuk kepribadian  yang sempurna dengan bimbingan taufik serta nur ilahi agar terbuka  jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.[108]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan tujuan pendidikan keimanan adalah agar  anak mempunyai tanggungjawab, jujur, jiwa kemanusiaan yang tinggi,  berakhlak mulia, dan membebaskan diri dari sifat-sifat kebinatangan.[109]
Menurut M. Saleh tujuan pendidikan ketauhidan adalah :
- Menanamkan rasa cinta kepada Allah.
- Bersyukur kepada Allah.
- Mengenal kebesaran dan kekuasaan Allah.
- Mencintai para Rasul-Nya.
- Meyakini hal-hal gaib.[110]
Abdurrahman An-Nahlawi merumuskan tujuan pendidikan ketauhidan agar :
- Ikhlas beribadah kepada Allah.
- Mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Menjauhi yang dilarang Allah, seperti syirik dan segala hal yang dapat mengalihkan ketauhidan dan mengaburkan tujuan pendidikan.[111]
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam skripsi ini bertujuan :
- Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
- Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
- Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
- Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
- Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
C. Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita  dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan  menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni  menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi
untuk :
- Memberikan ketentraman dalam hati anak.
- Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
- Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.[112]
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi,  dapat  dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi  agar :
- Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
- Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.[113]
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan  tauhid. Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam  perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses  yang panjang anak akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman :
…ألا بذكر الله تطمئن القلوب (الرعد : 28) [114]
Artinya : “… Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi  tenteram.
Pendidikan tauhid dalam keluarga juga membuat anak  mampu memiliki keimanan berdasarkan kepada pengetahuan yang benar,  sehingga anak tidak hanya mengikuti saja atau “taklid buta”. Dengan  mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka  ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu  pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang  benar, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan  membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui  amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya  diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku  seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup  seorang anak akan melahirkan perilaku yang positif  baik ketika  sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat,  anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya  selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan  perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah  SWT.
Akhirnya, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid  dalam keluarga sangatlah penting dan harus segera dilakukan oleh para  orang tua, karena fungsinya yang sangat besar dalam membentuk pribadi  muslim yang benar, dan bertakwa kepada Allah SWT, yang dihiasai dengan  akhlak dan perilaku positif, sehingga anak-anak yang bertauhid juga akan  melakukan hal-hal yang positif. Hal-hal yang dapat bermanfaat baik  untuk dirinya, keluarganya, masyarakatnya, agamanya, bahkan dunia.  Aktivitas yang timbul dari anak yang bertauhid hanyalah mencari ridho  Allah SWT, bukan mencari sesuatu yang bersifat duniawi.
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Materi Pendidikan Tauhid dalam Keluarga
Menurut ulama salafiyah, pembahasan materi ketauhidan terbagi menjadi  dua bagian yakni tentang tauhid Rububiyah dan tauhid Uluhiyah.[115]  Dari kedua ketauhidan tersebut melahirkan ketauhidan ketiga yakni  tauhid Ubudiyah.[116]  Menurut Abdullah Nashih Ulwan anak harus diajarkan ketauhidan sejak  dini, sejak anak mulai dapat memahami lingkungannya. Ketauhidan yang  dimaksud ialah meliputi dasar-dasar ketauhidan merupakan segala sesuatu  yang ditetapkan dengan jalan berita (khabar) yang diperoleh secara  benar, berupa hakekat ketauhidan, masalah-masalah gaib, beriman kepada  Malaikat, Kitab-kitab samawi, Nabi dan Rasul Allah, sikasa kubur, surga,  neraka, dan seluruh perkara gaib.[117]
Al Ghazali menjelaskan bahwa pembinaan ketauhidan diperlukan 4 hal  pokok yakni :
- Makrifat kepada dzat-Nya.
- Makrifat kepada sifat-sifat-Nya.
- Makrifat kepada af’al-Nya.
- Makrifat kepada syari’at-Nya.[118]
Jika kita menggunakan pengertian yang sama antara ketauhidan, akidah,  dengan keimanan, maka materi ketauhidan sama dengan materi keimanan.  Konsep yang penyusun gunakan ialah konsep Yunahar Ilyas yang membagi  materi ketauhidan menjadi empat, selain beliau juga membagi ruang  lingkup ketauhidan kepada rukun iman, yang memiliki 6 unsur.[119]
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga terbagi menjadi empat yakni
- Ilahiyat
- Nubuwat
- Ruhaniyat
- Sam’iyyat
Berikut ini adalah penjelasan keempat materi di atas :
1. Ilahiyat
Pembahasan materi ini dibagi menjadi tiga hal yakni :
- a. Zat Allah SWT.
Tauhid zat berarti bahwa zat Allah Swt ialah satu, tidak ada sekutu  dalam wujud-Nya, tidak ada kemajemukan, serta tidak ada tuhan lain di  luar Diri-Nya. Bersifat sederhana, tidak terdiri dari bagian-bagian   ataupun organ-organ, intinya Allah adalah satu dan tidak ada sekutu  baginya, demikianlah pandangan para teolog dan filosof tentang tauhid  zat Allah Swt.[120]
Muhammad Taqi Mishbah Yadzi menjelaskan bahwa tauhid zat maerupakan  tauhid tahap terakhir yang hanya mampu dicapai oleh orang-orang yang  arif.  Dijelaskannya bahwa pada tahap ini mereka mempercayai bahwa yang  hakiki terbatas pada Allah Swt. Saja. Alam adalah manifestasi dan  cerminan dari Wujud-Nya. Mereka mengatakan bahwa Allah Swt. Adalah Zat  yang bersifat nonmateri (immaterial).[121]
Menurut Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi bahwa kebenaran mutlak (absolut)  tentang Zat Allah tidak memerlukan bukti, namun yang harus dipercaya  adanya Zat-Nya itu mempunyai bekas-bekas, akibat-akibat, gejala-gejala  yang dapat memperkuat bukti kebenaran adanya Zat-Nya itu. Sehingga  adanya Tuhan adanya kebenaran mutlak yag tidak perlu dibuktikan adanya  Zat Tuhan, kehati-hatian ini dilandaskana atas satu hadis yang  diriwayatkan  oleh Ibnu Abbas :
تفكروا في خلق الله ولاتفكروا في الله فانكم لن تقدروا قدراه (الحديث )
Artinya :     Pikirkanlah tentang ciptaan/makhuk Allah, dan janganlah  kamu memikirkan tentang Allah (zatnya), karena sesungguhnya kamu tidak  sekali-kali akan mampu mencapai-Nya. (Hadis).[122]
Akal manusia tidak akan mampu menjangkau Zat Allah  disebabkan oleh  keterbatasannya. Oleh sebab itu kita tidak boleh memikirkan Zat Allah ,  tetapi marilah memikirkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya.[123]
- b. Nama-nama Allah SWT.
Rasululullah saw. Bersabda :
لله تسعة وتسعون اسما مائة الا واحدا لايحفظها احد الا دخل الجنة,
وهو وتر يحب الوتر.
Artinya :  Allah memiliki 99 nama, yakni seratus kurang satu. Tiada  seseorangpun yang menghafalnya (dengan menghayati dan merenungkan  kandungannya) melainkan akan masuk surga. Dan Dia itu ganjil (Maha Esa)  menyukai yang ganjil.[124]
Nama-nama Allah yang sesuai dengan  keagungan  keluhuran-Nya Ia gunakan untuk memperkenalkan diri-Nya kepada  makhluk.Selain 99 nama Allah, juga terdapat nama-nama lain yang tersebut  dalam hadis Rasul saw. Seperti al-Hannan (yang Maha Pengasih),  al-Mannan (Yang memberi nikmat), al-Kafiil ( Yang  Maha Pelindung/Penjamin), Dzu ath-Thaul (Yang Memiliki  Keutamaan), Dzu al-Ma’arij (Yang memiliki Jalan-jalan Naik), Dzu  al-Fadhl (Yang Memiliki Karunia), al-Khallaq (Yang Maha  Pencipta).Nama-nama Allah haruslah merujuk kepada Syara’. Dari seluruh  nama-nama itu yang merupakan lambang  ketuhanan ialah”Allah”.
- c. Sifat-sifat Allah
Menurut para teolog dan filosof, tauhid sifat-sifat Allah berarti  kita menisbatkan sifat-sifat kepada Allah Swt. tak lain adalah Zat-Nya  sendiri. Sifat-sifat itu bukan sesuatu yang ditambahkan atau hal-hal  yang lain dari Diri-Nya. Mereka mengungkapkan bahwa Sifat-Sifat Tuhan  tak lain adalah Zat Allah Swt. itu sendiri, mereka menyebutnya sebagai  “Tauhid dalam sifat”. Karena Allah tidak memiliki sifat-sifat diluar  Diri-Nya.[125]
Sedangkan menurut Sang arif, tauhid sifat merupakan tahap kedua. Pada  tahap ini manusia memandang setiap sifat kesempurnaan pada asalnya  adalah milik Allah Swt., sedangkan sifat kesempurnaan yang ada pada  manusia serta makhluk hanyalah bayangan atau cerminan atau manifestasi  dari Sifat-Sifat Tuhan. Bahwa Sifat-Sifat Allah Swt. bukanlah tambahan  pada Zat-Nya [126]
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi sangat cenderung kepada tauhid yang  dimiliki oleh orang-orang ahli ma’rifat, yang mampu mencapai taraf  melihat, merasakan, mendengar  yang tidak bisa dilakukan oleh  orang-orang awam, mereka malakukan riyadah ibadah untuk membersihkan  hati serta jiwa mereka dan benar-benar mendekatkan diri mencari ridho  Allah Swt.
Drs. Yunahar, Lc. Menjelaskan bahwa ada dua metode dalam tauhid Nama  dan Sifat-Sifat Allah Swt. Pertama Itsbat, yakni mempercayai  bahwa Nama dan Sifat yang dimiliki Allah merupakan menunjukkan ke-Maha  Sempurnaan Allah Swt.Kedua adalah Nafyu yakni  menafikan atau menolak nama serta sifat yang menunjukkan ketidak  sempurnaan Allah Swt.Selanjutnya beliau menyebutkan ada beberapa hal  yang harus diperhatikan berkaitan dengan Nama-Nama dan Sifat Allah Swt.  antara lain :
1) Nama-Nama Allah hanyalah yang disebutkan di dalam Al-Quran dan  Sunnah. Oleh sebab itu tidak boleh memberi nama kepada Allah yang tidak  disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.
2)   Allah tidak bisa disamakan, atau mirip Zat-Nya, sifat-sifat  serta perbuatan-Nya dengan makhluk.
3)   Percaya Nama dan Sifat Allah Swt. haruslah apa adanya tanpa  menanyakan atau mempertanyakannya.
4)   Selain nama dan sifat-sifat Allah ada istilah ”ismul-lah  al-a’zham” yakni nama-nama Allah Swt. yang dirangkai di dalam do’a.[127]
Sifat wajib dan mustahil bagi Allah Swt ada dua puluh  sifat yakni[128]  :
1) al Wujud artinya ada, sedangkan yang mustahil bagi Allah adalah al  ‘Adam yang artinya tdak ada.
2)   al Qidam artinya yang tidak ada awal bagi wujud-Nya, lawannya  adalah al-Huduts artinya yang ada awalnya.
3)   al Baqa artinya kekal atau tidak ada akhir akan wujud-Nya,  sedangkan mustahuil Allah bersifat al Fana artinya tidak kekal.
4)   Tidak akan pernah sama dengan makhluk maksudnya Allah berbeda  dengan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Sedangkan Allah  mustahil bersifat menyerupai atau sama dengan makhluk.
5)   Berdiri sendiri, maksudnya Allah Swt. Maha kaya dan tidak  memerlukan bantuan siapapun, oleh sebab itu membutuhkan kepada sesuatu  makhluk adalah kemustahilan bagi Allah.
6)   Esa, maksudnya Allah itu satu, tunggal dan mustahil bagi Allah  Berbilang, lebih dari satu.
7)   Maha Kuasa, Allah mustahil memiliki sifat lemah.
8)   Maha Berkehedak, mustahil Allah bersifat terpaksa.
9)   Maha Berilmu, mustahil bagi Allah memiliki sifat bodoh.
10) Maha Hidup, Allah mustahil mati.
11) Maha Mendengar, sehingga mustahil Allah bersifat tuli.
12) Maha Melihat, Allah mustahil bersifat buta.
13) Maha berbicara, mustahil Allah bersifat bisu.
14)Yang Maha Kuasa, mustahil Allah bersifat yang keadaan-Nya lemah.
15)Yang Maha Berkehendak,  Allah mustahil keadaan-Nya terpaksa.
16)Yang Maha Berilmu, mustahil Allah dalam keadaan bodoh.
17)Yang Maha Hidup, Allah mustahil keadaan-Nya mati.
18)Yang Maha Mendengar, mustahil keadaan Allah itu tuli.
19)Yang Maha Melihat, sehingga mustahil Allah dalam keadaan buta.
20)Yang Maha Berkata-kata, mustahil Allah dalam keadaan bisu.
Sedangkan sifat jaiz bagi Allah, kita dapat menggunakan penjelasan  Muhammad Taqi Mishbah Yazdi ketika menjelaskan hubungan antara kemampuan  dan kehendak Allah Swt. karena sifat Jaiznya Allah berhubungan dengan  dua hal tersebut.Jika kita mengatakan Allah dapat melakukan segala  sesuatu, yang kita maksudkan jika Allah menghendakinya, Dia akan  melakukannya, dan jika tidak , Dia tidak akan melakukannya, dan  kemampuannya tidak akan berkurang karenanya. Sebagai contoh ketika Anda  memilih berbicara atau tetap diam pada suatu saat, maksudnya anda  memiliki kemampuan untuk melakukan keduanya. Jika ingin berbicara maka  Anda akan berbicara, dan ketika Anda tidak ingin berbicara maka Anda  akan diam. Jadi kekuatan Anda meliputi keduanya. Manakah yang Anda  pilih?.Jadi kekuatan atau kemampuannya lebih luas dari kehendak Anda.,  karena kemampuan meliputi aksi maupun non aksi, sementara kehendak hanya  meluiputi salah satu dari keduanya.[129]
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi melanjutkan pembagian tauhid  kepada tauhid perbuatan. Bagi para teolog dan filosof tauhid perbuatan  berarati  dalam melakukan perbuatan-perbuatan-Nya Allah tidak  memerlukann bantuan siapapun. Jika perbuatan tersebut membutuhkan  sarana, Dia menciptakan dan menggunakan sarana tersebut. Hal ini berbeda  dengan Allah membutuhkan orang lain di luar Diri-Nya dalam melaksanakan  perbuatan-perbuatan-Nya.[130]
Para kaum arif memiliki konsep yang berbeda dengan para  teolog dan filosof. Bagi para teolog dan filosof secara berurutan  terlebih dahulu harus memulai tauhid pada Zat Allah, selanjutnya  sifat-sifat, terakhir ialah tauhid perbuatan. Namun para kaum arif  memulainya dengan tauhid perbuatan, lalu tahap kedua tauhid sifat dan  tahap terakhir adalah tauhid Zat. Tauhid perbuatan berarti bahwa, setiap  perbuatan yang ada adalah perbuatan Allah, yang lain hanyalah alat-alat  dan sarana-sarana, inilah yang dilihat oleh orang-orang yang telah  menyucikan jiwanya, yakni para kaum arif.[131]
2. Nubuwat 
Nabi menurut bahasa berasal dari bahasa Arab na-ba  bermakna yang ditinggikan, atau dari kata na-ba-a yang berarti  berita. Jadi Nabi adalah seseorang yang derajatnya ditinggikan Allah  Swt. dengan memberikan berita atau wahyu kepadanya.Sedangkan Rasul dari  kata ar-sa-la berarti mengutus, namun setelah dijadikan kata  Rasul artinya berubah menjadi yang diutus. Maka Rasul adalah orang yang  diutus Allah Swt. untuk menyampaikan misi pesan (ar-risalah).Perbedaan  antara Nabi dan Rasul adalah ada tidaknya kewajiban untuk menyampaikan  misi atau risalahnya kepada orang lain.Jika tidak ada kewajiban untuk  menyampaikan maka disebut Nabi dan jika ada kewajiban untuk menyampaikan  risalah yang diterima dari Allah kepada orang lain (umat) ia disebut  Rasul.[132]
Jumlah Nabi dan Rasul tidak dapat diketahui secara  pasti, Namun yang wajib diketahui ada 25 orang yang disebutkan di dalam  Al Quran yalni 18 orang disebutkan dalam surat Al- An’am ayat 83-86 dan 7  orang lagi di sebutkan dalam ayat-ayat yang terpisah yakni :
- Nabi Hud as. dalam surat Hud ayat 50;
- Nabi Soleh as. dalam surat Hud ayat 61;
- Nabi Syu’aib as. dalam surat Hud ayat 84;
- Nabi Adam as. dalam surat Ali ‘Imran ayat 33;
- Nabi Idris as. Dan Nabi Zulkifli as. dalam surat Al-Anbiya’ ayat 85;
- Dan Nabi Muhammad saw. Dalam surat Al-Fath ayat 29.
Jika  nama-nama Nabi dan Rasul diurutkan secara  kronologis  adalah sebagai berikut :[133]    
- Adam as.
- Idris as.
- Nuh as.
- Hud as.
- Shaleh as.
- Ibrahim as.
- Isma’il as.
- Ishaq as.
- Ya’qub as.
- Yusuf as.
- Luth as.
- Ayyub as.
- Syu’aib as.
- Musa as.
- Harun as.
- Zulkifli as.
- Daud as.
- Sulaiman as.
- Ilyas as.
- Ilyasa as.
- Yunus as.
- Zakaria as.
- Yahya as.
- Isa as.
- Muhammad SAW.
Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Quran pun  tidak seluruhnya diceritakan secara mendetail, karena Allah Swt. sendiri  berfirman :
ولقد ارسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص
عليك… (المؤمن 78) [134]
Artinya : Dan sesungguhnya kami telah kami utus beberapa rasul  sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu, dan  di  antara  mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu.
Di antara nabi dan rasul-rasul di atas ada 5 orang yang disebut  dengan “ulul azmi” yakni Nabi Muhammad saw., Nabi Ibrahim as., Nabi Musa  as., Nabi Isa as., dan Nabi Nuh as.
Allah berfirman :
واذ اخذنا من النبين ميثقهم ومنك ومن نوح وابرهيم وموسى وعيسىابن مريم
واخذنا منهم ميثقا غليظا (الحزاب : 7) [135]
Artinya :     Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari  nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa  putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh  (QS. Al-Ahzab : 7).
Disebut dengan ulul azmi karena kesabaran mereka dalam mengemban  kewajiban untuk menyampaikan risalah Allah Swt. kepada umatnya.Demikian  keterangan Syeikh Muhammad Nawawi dalam kitabnya Fathu al Majid.[136]
Firman Allah :
فاصبر كما صبر اولوا العزم من الرسل… (ِالاحقاف : 35) [137] 
Artinya :  Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai  keteguhan hati dari rasul-rasul.
Allah memberikan para nabi dan rasul mukjizat atau kejadian luar  biasa untuk membuktikan kebenaran risalah yang mereka bawa. Namun ada  empat orang Nabi yang juga menerima kitab dari dari Allah  yakni : kitab  Taurat untuk nabi Musa as., Zabur untuk nabi Daud as., Injil untuk nabi  Isa as. dan Al quran kepada Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi  dan rasul.
Sebagai contoh Nabi Ibrahim yang tidak terbakar oleh api, tongkat  Nabi Musa yang bisa berubah menjadi ular dan dapat pula membelah lautan,  Nabi Isa yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, namun Nabi  Muhammad selain dibekali dengan mukjizat hissiyah (inderawi) juga  dibekali dengan mukjizat abadi yakni Al Quran. Semua mukjizat yang  ditunjukkan para nabi merupakan pertolongan Allah sebagai bukti kenabian  serta menolong mereka dari situasi-situasi tertentu yang mereka alami.[138]
Para nabi dan rasul ini diutus untuk kaum dan bangsa masing-masing  seperti Nabi Hud as. dikirim untuk kaum ‘Ad, Nabi Sholeh kepada kaum  Tsamud, Nabi Syu’aib kepada kaum Madyan. Namun Nabi Muhammad diutus  untuk seluruh umat  tidak hanya untuk kaum Arab saja di mana Nabi  Muhammad Lahir dan dibesarkan.Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah  Swt.
ماكان محمد ابا احد من رجالكم ولكن رسول الله وخاتم النبين وكان الله
بكل شيء عليما( الاحزاب : 40) [139]
Artinya :  Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang  laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi.  Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Sebagai seorang manusia pilihan Allah Swt. tentulah harus  memiliki sifat-sifat yang mendukung agar terlaksananya tugas kenabian  dan kerasulan. Sehingga nabi dan rasul pun memiliki sifat yang harus ada  dalam dirinya (sifat wajib), serta sifat yang tidak mungkin  dimiliki (sifat mustahil), dan sifat yang boleh dimiliki nya (sifat  jaiz).
Seseorang yang akan membawa risalah untuk masyarakat yang membutuhkan  bimbingan karena kehidupan mereka sudah sangat jauh menyimpang dari  fitrah kemanusiaan memerlukan prasyarat kepribadian,  oleh Abu Bakar  Al-Jazairy sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas disebut “Muahalat An  Nubuwah”, yakni ada tiga hal inti :
- a. Al-Mitsaliyah atau keteladanan, sehingga Allah akan mempersiapkan hamba-Nya yang akan ia jadikan pembawa risalah sejak kecil, kehidupan calon Nabi akan selalu dipelihara dan dijaga oleh Robbul ‘Izzati.
- b. Syaraf An-Nasab yakni berasal dari keturunan yang mulia. Mulia maksudnya memiliki akhlak dan perilaku yang baik, serta dihormati oleh kaumnya.
- c. ‘Amil Az-Zaman maksudnya dibutuhkan oleh zaman, bahwa kehadirannya memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang menyimpang agar kembali kepada fitrah penciptaannya.[140]
Sifat yang wajib bagi rasul ada empat :
- a. As-Shidqu. Yakni berkata benar dalam keadaan bagaimanapun.
- b. Al-Amanah, Seorang rasul akan selalu menjaga dan melaksanakan amanah yang telah ia terima, kapan dan di manapun.
- c. At-Tabligh, risalah aatau wahyu yang disampaikan Allah pasti akan disampaikan tanpa ada yang disembunyikan.
- d. Al-Fathanah, rasul adalah seseorang yang dapat menyelesaikan masalah yang paling sulit tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran, karena memiliki kecerdasan yang tinggi, pikiran yang jernih, penuh kearifan, dan kebijaksanaan.[141]
Sifat  mustahil bagi rasul juga ada empat :
- a. al-Kadzib artinya berdusta.
- b. al-Khianat artinya khianat atau mengingkari.
- c. al-Kitman maksudnya menyembunyikan risalah Allah Swt.
- d. al-Baladah artinya bodoh atau dungu.[142]
Sifat-sifat mustahil merupakan sifat-sifat yang tidak mungkin ada  dalam diri seorang nabi atau rasul, karena jika ada tugas kenabian tidak  mungkin dapat dilaksanakan.
Nabi dan rasul adalah manusia biasa, tentu juga memiliki fitrah  seorang manusia. Oleh sebab itu boleh ada dalam diri nabi dan rasul  sifat-sifat kemanusiaan yang sifat-sifat tersebut tidak akan mengurangi  derajatnya yang tinggi, yakni sebagai utusan Allah Yang Maha Tinggi.  Seperti makan, minum, ingin menikah adalah sifat-sifat fitrah seorang  manusia yang tidak akan mengurangi derajat kemanusiaan, inilah yang  dimaksud sifat Jaiz bagi rasul.[143]
Beriman kepada seluruh rasul wajib bagi seorang muslim, baik rasul  yang disebutkan (dalam Al Quran dan Sunnah) kisahnya maupun tidak. Semua  rasul membawa satu risalah yakni Tauhid, “Tidak ada Tuhan yang disembah  kecuali Allah Swt.”. Muslim sejati harus mengimani pula bahwa Nabi  Muhammad saw. Adalah nabi terakhir. Tidak ada lagi nabi setelah Muhammad  saw. Walaupun mempercayai seluruh nabi tanpa terkecuali, namun syari’at  yang wajib diikuti adalah syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.,  karena syari’at nabi-nabi terdahulu hanyalah untuk umat mereka  masing-masing, kecuali yang disyaria’tkan kembali oleh Muhammad saw.  Syari’at Nabi Muhammad saw. adalah untuk seluruh umat manusia sampai  hari kiamat nanti. Rasul bersabda :
لايؤمن احدكم حتى اكون احب اليه من والده وولده والناس اجمعين (متفق  عليه )
Artinya :  Tidak beriman salah seorang di antara kamu sebelum aku  (Muhammad) lebih dia cintai dari pada orang tuanya, anak-anaknya serta  manusia lain keseluruhannya (Hadits Muttafaqun’ alaihi).[144]
Mencintai hanya dapat dilakukan ketika seseorang sudah kenal  dengan baik orang yang akan ia cintai. Allah juga berfirman :
قل ان كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفرلكم ذنوبكم
والله غفور رحيم (ال عمران : 31) [145]
Artinya :  Katakanlah :” Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,  ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah  Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Mengikuti Nabi salah satu caranya dapat diketahui dengan belajar  tentang Nabi siapa Nabi Muhammad saw. pribadinya, keluarganya,  perjuangannya sampai kepada syari’at yang dibawanya. Membaca adalah  salah cara untuk membuka wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Nabi  Muhammad saw., tentang agama Islam. Sehingga dalam skripsi yang singkat  ini penyusun memang tidak akan menuliskan tentang sejarah Nabi Muhammad,  meskipun itu termasuk kedalam materi dalam skripsi ini, karena lebih  banyak buku tentang nabi Muhammad saw. yang lebih layak dan valid,  dibandingkan jika dimasukkan ke dalam salah satu unsur skripsi yang  pendek dan singkat ini.
3. Ruhaniyat.
Pada masalah ruhaniyat ini yang menjadi materi pendidikan tauhid  dalam keluarga ialah malaikat, Jin, Iblis dan syaitan, serta ruh. Agar  sejak dini anak mempercayai adanya makhluk lain yang harus diyakini  keberadaanya, namun hanya sebatas percaya akan adanya, tanpa perlu ada  rasa takut dan khawatir, karena hanya Allah yang mampu mendatangkan  kemanfaatan dan kemudaratan.
Makhluk secara garis besar dibagi dua yakni : pertama ghaib  (al-ghaib)  yakni yang tidak bisa dijangkau oleh salah satu pancaindera  manusia. Kedua nyata (as-syahadah) yakni makhluk yang dapat dijangkau  oleh salah satu pancaindera manusia. Mempercayai keberadaan makhluk  ghaib dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama melalui informasi yang  disampaikan Al quran dan Sunnah.Kedua melalui bukti-bukti nyata yang ada  di alam semesta.[146]
a.  Malaikat
Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan-Nya dari cahaya yang  memiliki wujud dan sifat-sifat tertentu.Tidak ada penjelasan kapan  malaikat diciptakan, tapi yag pasti ia diciptakan sebelum diciptakannya  manusia pertama yakni Nabi Adam as.Hal ini dibuktikan dengan firman  Allah :
واذ قال ربك للملئكة اني جاعل في الارض خليفة… (البقرة : 30) [147]
Artinya :  Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat :”  Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Malaikat merupakan makhluk ciptaan Allah yang tidak memiliki nafsu.  Oleh sebab itu mereka tidak makan, minum, menikah, serta  keinginan-keinginan lain seperti yang dimiliki manusia. Mereka juga  bukan laki-laki, bukan perempuan dan bukan pula banci. Malaikat adalah  salah satu makhluk ghaib karena ia tidak dapat dijangkau oleh salah satu  pancaindera manusia, kecuali malaikat tersebut menampilkan diri dalam  bentuk tertentu, seperti bentuk manusia.
Contohnya ialah ketika salah satu malaikat diutus Allah untuk  menjumpai hamba Allah yang bernama Maryam, malaikat tersebut menyerupai  bentuk seorang manusia (QS. Maryam 17).
فاتخذ ت من دونهم حجابا فأرسلنا اليها روحنا فتمثل لها بشرا سويا
(سورة مريم :17)[148]
Artinya : Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginua) dari mereka,  lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya  (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Malaikat jumlahnya sangat banyak, namun tidak bisa diperkirakan  karena tidak ada disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah. Mereka memiliki  perbedaan tingkatan, tugas, pangkat dan kedudukan. Ada yang memiliki  sayap dua, tiga dan empat sebagaimana dijelaskan Allah dalam surat al  Fathir ayat 1.
…جاعل الملئكة رسلا اولي اجنحة مثنى وثلث وربع…(سورة فاطر : 1)[149]
Artinya : …Yang menjadi malaikat sebagai utusan-utusan (untuk  mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada  yang) dua, tiga dan empat.
kita tidak perlu mengkaji lebih jauh tentang wujud malaikat, karena  ia adalah makhluk immaterial, hanya Allah-lah yang mengetahui  hakekatnya.[150]
Hanya ada sepuluh malaikat yang nama dan tugasnya didapatkan dalam Al  Quran dan Sunnah , mereka adalah :
1)   Malaikat Jibril, disebut juga Ruh Al-Qudus, Ar-Ruh Al-Amin, dan  An-Namus. Tugasnya adalah menyampaikan wahyu kepada para nabi dan rasul.
2)   Malaikat Mikail tugasnya adalah melepaskan angin, menurunkan  hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan serta hal-hal lainnya yang berkaitan  dengan alam.
3)   Malaikat Israfil, meniup terompet di hari kiamat dan hari  berbangkit adalah tugasnya.
4)   Malaikat Maut, mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup  merupakan tugasnya.
5)   Malaikat Raqib;
6)   Malaikat Atid, tugasnya sama dengan malaikat Raqib yakni  mencatat amal perbuatan manusia.
7)   Malaikat Ridwan, memimpin para malaikat pelayan surga dan juga  bertugas menjaga surga.
8)   Malaikat Munkar;
9)   Malaikat nakir, bersama-sama malaikat Munkar tugasnya adalah  menanyai mayat dalam kubur tentang siapa tuhannya, apa agamanya, serta  siapa nabinya.
10)Malaikat Malik, bersama-sama para malaikat lain menyiksa penghuni  neraka dan menjaga neraka.[151]
Demikianlah nama-nama dan tugas malaikat yang ada dalam nash Al Quran  dan Hadis. Meskipun Allah menciptakan malaikat, sama sekali ia tidak  membutuhkan bantuan mereka dalam mengelola alam semesta ini. Jika  manusia mau beramal dan beribadah mendekatkan diri kepada Allah manusia  akan menjadi lebih mulia dari pada malaikat. Wallahu a’lam. Maha  Suci Allah, tidak ada tuhan selain Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
      b.  Jin
Al Jin bermakna tersembunyi dari pandangan manusia, janna  asal katanya. Sedangkan akar kata janna antara alain junnah  yang berarti perisai. Dinamakan demikian karena melindungi kepala  prajurit yang memakainya.[152]  Kata yang digunakan Al Quran dan orang Arab dahulu sering menggunakan  kata jiniy yakni makhluk berakal yang tersembunyi dari  pandangan manusia, yang hidup bersama-sama. [153]Namun  demikian kita wajib mempercayai adanya mereka, meskipun kita tidak  dapat melihatnya. Karena hal ini sudah diberitahukan Allah swt. dalam  firman-Nya :
…انه يركم هو وقبيله من حيث لاترونهم… (الاعراف : 27) [154]
Artinya :  Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari  suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka.
Jin diciptakan sebelum manusia diciptakan Allah dengan bahan dari  api, hal ini dapat dilihat dalam surat al-Hijr ayat 26-27 :
ولقد خلقنا الانسان من صلصال من حماء مسنون. والجان خلقنه من قبل
من نار السموم (الحجر : 26-27)[155]
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari  tanah liat kering (yang berasal ) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.  Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (adam) dari api yang sangat  panas.
Meskipun diciptakan dari bahan yang berbeda tapi dihadpan Allah  memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yakni beribadah menyembah  Allah Swt. :
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (الذاريات : 56)[156]
Artinya :  Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya  mereka menyembah-Ku.
Sehingga jin dan manusia sama-sama mukallaf yakni dibebani  hukum-hukum Allah Swt. Tidak berbeda dengan manusia, jin sebagian ada  yang beriman dan sekelompok yang lain ingkar atau tidak beriman kepada  Allah :
وانا منا الصلحون ومنا دون ذلك كنا طرائق قددا (الجن : 11)[157]
Artinya : Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang yang  saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah  kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
Maka oleh sebab itu yang bertakwa akan mendapatkan surga dan yang  ingkar, serta berdosa akan masuk ke dalam neraka jahanam, meskipun jin  diciptakan dari api, tidak sama dengan api neraka jahanam, siapapun yang  durhaka kepada Allah maka akan memperoleh balasannya baik manusia  maupun jin :
قال ادخلوا في امم قد خلت من قبلكم من الجن والانس في النار…
(الاعراف : 38) [158]   
Artinya : Allah berfirman : “ Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka  bersama-sama uamt-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum  kamu.
Sehingga sangat menyalahi tauhid jika manusia minta pertolongan  kepada jin dan juga sebaliknya, karena sesama makhluk Allah yang  diciptakan dengan maksud dan tujuan yang sama, meskipun hidup di alam  yang berbeda. Namun Allah mencipatakan manusia sebagai khalifah di muka  bumi ini, sehingga nabi dan rasul diangkat dari golongan manusia, yang  wajib diikuti baik oleh manusia maupun jin.
Marilah kita selalu menjaga ketauhidan dengan menjadikan  makhluk-makhluk ciptaan Allah untuk menambah nilai ketauhidan. Sehingga  sangat tidak pantas jika kita takut dan khawatir terhadap  yang selain  Allah Swt. Kita beribadah dan minta tolong hanya kepada-Nya (al Fatihah  :5), berlindung dari kejahatan makhluk-Nya (al Falaq : 2) baik kejahatan  yang ditimbulkan oleh jin dan manusia (an Naas :6).
c.  Iblis dan Syaitan
Allah berfirman :
واذ قلنا للملئكة اسجدوا لادام فسجدوا الا ابليس ابى واستكبر وكان
من الكافرين (البقرة : 34)[159]
Artinya : Dan (ingatlah ) ketika Kami berfirman kepada para malaikat  :”Sujudlah kamu kepada Adam”. Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia  enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang  kafir(al Baqarah : 34).
Perintah “Sujud “ dalam ayat adalah sebagai penghargaan dan  penghormatan untuk memuliakan Adam, bukan sujud memperhambakan diri,  karena itu hanyalah milik Allah Swt.[160]Iblis  yang merasa dirinya lebih mulia karena diciptakan dari api serta  menganggap rendah Adam karena diciptakan dari tanah yang hitam enggan  dan tidak mau menghormati Adam.
Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa asal kata Iblis dari kata ablasa  artinya putus asa, sehingga dinamakan Iblis karena ia berputus asa dari  rahmat Allah. Demikian penjelasan Sayid Sabiq yang dikutip Yunahar  Ilyas.[161]  Sedangkan Syaitan  berasal dari kata Syatana yang artinya  menjauh, maka Syaitan ialah menjauh dari kebenaran.[162]
Nenek moyang syaitan adalah Iblis, mereka akan menggoda umat manusia  dari jalan Allah Swt.[163]  Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Muhammad Isa Dawud, bahwa Iblis  adalah nenek moyang Syaitan bukan nenek moyang jin, tidak semua jin itu  syaitan.[164]
Setelah Iblis tidak mau sujud kepada Adam, lantas Allah murka dan  mengutuknya, Iblis bertekad akan menggoda manusia dan  menghalangi-halangi umat manusia dari jalan Allah yang lurus. Oleh  karena itu, Iblis meminta kepada Allah agar kematiannya ditangguhkan  sampai hari pembangkitan, permintaan Iblis dikabulkan Allah Swt. maka  jadilah Iblis termasuk mereka yang kematiannya ditangguhkan Allah Swt.  (al A’raf : 11-16).
Iblis dan syaitan menggunakan dua cara untuk dapat menguasai dan  membuat manusia lupa akan perintah Allah Swt., yakni dengan cara tadhil  atau menyesatkan dan takhwif atau  menakut-nakuti.Untuk cara yang pertama (tadhil / menyesatkan ) syaitan  mempunyai delapan langkah antara lain : waswasah (bisikan); nisyan  (lupa), tamani (angan-angan kosong), tazyin  (memandang baik perbuatan maksiat), wa’dun (janji palsu), kaidun  (tipu daya), shaddun (hambatan), ‘adawah  (permusuhan). Sedang cara kedua digunakan jika cara yang pertama belum  berhasil, maka langkah syaitan selanjutnya ialah dengan menakut-nakuti  manusia, di antara rasa takut yang dibuat-buat syaitan adalah takut  untuk menegakkan kebenaran, takut amar ma’ruf nahi munkar, takut  menegakkan hukum Allah dan lain sebagainya.Sehingga jika langkah ini  berhasil, maka akan lahir generasi-generasi yang gemar menyembunyikan  kebenaran (kitman). Tidak hanya syaitan yang  melakukan cara-cara serta langkah-langkah tersebut, tetapi juga oleh  para manusia yang mengikuti jejak dan langkah-langkah Iblis dan syaitan :  “ Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu  Syaitan-syaitan dari jenis manusia dan jenis jin (QS. Al An’am : 112).[165]
وكذلك جعلنا لكل نبي عدوا شيطين الانس والجن (سورة الأنعام : 112)[166]
Yunahar Ilyas menuliskan bahwa ada beberapa cara untuk melawan  syaitan yang dapat kita lakukan :
1)   Masuk Islam secara utuh (kaffah) yakni berusaha melaksanakan  perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.
2)   Menjadikan syaitan sebagai musuh utama dan memperlakukannya  sebagai musuh.
3)   Rasulullah mengajarkan beberapa hal yang dapat dilakukan,  beberapa hal praktis tersebut ialah : 
a) membaca al-Istiadzah yakni bacaan اعوذ بالله من الشيطان  الرجيم, artinya : “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan syaitan  yang terkutuk”.
b)   Membaca surat Al-falaq dan An-Nas.
c)   Membaca ayat kursi.
d)   Membaca dzikir sebanyak 100 kali setiap hari.
e)   Mengingat Allah Swt.
f)    Berwudhu ketika sedang marah[167].
Memohon perlindungan kepada Allah Swt. sudah cukup untuk memelihara  diri dari gangguan syaitan, namun permohonan itu haruslah dilakukan  dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Karena Allah merupakan  sandaran yang Maha kuat.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita, agar  kita berdoa sebelum melakukan semua aktivitas sehari-hari apapun dan di  manapun, keika di dalam rumah ataupun di luar rumah. Agar diri kita  selamat dari gangguan makhluk-Nya dan ahar aktivitas kita mendapat ridho  dari Allah dan dihitung sebagai “ibadah”. Doa merupakan salah satu  bentuk dzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah, karena itu dzikir  merupakan benteng yang paling kuat yang tidak akan bisa ditembus oleh  jin dan syaitan.       
4.  Sam’iyyat 
Untuk mendukung ketauhidan materi tentang sam’iyat juga sangat  diperlukan, sehingga masalah-masalah yang berada di luar pengalaman  manusia haruslah berdasarkan sumber naqli yakni berdasarkan kepada Al  Quran dan Al Hadits. Seperti masalah hidup setelah hidup di dunia ini  yakni alam barzakh, surga dan neraka, kiamat dan lain sebagainya. Namun  pendidikan tauhid dalam keluarga sebagai langkah awal dalam pendidikan  anak sebelum anak menempuh pendidikan formal. Maka masalah adanya  kehidupan setelah mati perlu ditanamkan kedalam diri anak. Bahwasanya  ada balasan untuk setiap amal perbuatan yang dilakukan setiap manusia,  tidak ada seorang pun yang dapat lari dari tanggung  jawab amal  perbuatannya ketiaka hidup di dunia ini. Bagi yang baik ada surga yang  berhiaskan kenikmatan dan limpahan karunia ridho Allah, dan ada neraka  yang penuh dengan siksaan dan kemurkaan Allah untuk pada pendosa.
Allah berfirman :
كيف تكفرون بالله وكنتم امواتا فاحيكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم اليه  ترجعون
(البقرة : 28)[168]
Artinya :     Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya  mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan  dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
Tidaklah sulit bagi Allah untuk menghidupkan lagi manusia yang pernah  hidup, meskipun telah menjadi tulang-belulang yang hancur, ingatlah  kekuasaan Allah yang telah menciptakan manusia dari ketidaan sebagai  awal (QS. Yaa sin 78-79).
وضرب لنا مثلا ونسي خلقه قال من يحي العظام وهي وميم {78}
قل يحييها الذي انشأها اول مرة …{79} (سورة يس : 78-79)[169]
Artinya : Dan Dia membuat perumpamaan bagi kami; dan dia lupa kepada  kejadiannya; ia berkata : “Siapakah yang dapat menghidupkan tulang  belulang, yang telah hancur luluh (68) Katakanlah :” Ia akan dihidupkan  oelh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama…(79).
Pada hari yang pasti akan datang, manusia akan ditutup mulutnya   maka tangan-tangan, kali-kaki mereka kan bersaksi atas semua yang amal  perbuatan mereka (QS. Yaa sin : 65).
Bahwa kiamat pasti akan datang, ketika itu manusia akan beterbangan  seperti debu-debu, gunung-gunung akan dihamburkan seperti bulu-bulu, dan  bagi siapa yang berat timbangan kebaikannya maka akan mendapatkan  kehidupan yang memuaskan, tetapi jika ringan timbangan kebaikannya maka  akan dimasukkan ke dalam neraka hawiyah, yakni neraka yang apinya sangat  panas (QS Al Qori’ah : 3-11). Pasti manusia akan bertanya kapan kiamat  akan datang, Hanya Allah-lah yang mengetahui karena ilmu tentang kiamat  hanya milik Allah, mungkin saja kiamat sudah sangat dekat (QS. Al Ahzab :  63).
يسئلك الناس عن الساعة قل انما علمها عند الله وما يدريك لعل الساعة  تكون
قريبا (سورة : الاحزاب : 63)[170]
Kepada Allah-lah ketentuan tentang kapan kiamat itu akan datang (QS.  An Nazi’at : 44).
الى ربك منتهها (النازعات : 44)[171]
Oleh sebab itu manusia harus waspada dalam setiap aktivitas dan amal  perbuatannya karena ada yang selalu mengawasi dan mencatat semuanya (Al  Infithaar : 10-11). Sehingga jika seorang anak manusia merasakan  hidupnya berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah niscaya seluruh  amal perbuatannya akan selalu baik dan terpelihara dengan tututan Al  Quran da Al Hadits, bahwa ada kehidupan lagi setelah kehidupan dunia  yang sementara, keyakinan akan adanya kehidupan yang abadi setelah  kehidupan dunia akan memotivasi manusia untuk melakukan amal perbuatan  yang dapat membawa kebahagiaan untuk kehidupan abadi tersebut.
Karena amal sekecil apapun pasti akan memperoleh balasannya, jika  baik maka balasan Allah akan lebih baik lagi, namun jika jelek pasti  juga akan dibalas dengan balasan yang setimpal meskipun sebesar dzarrah  (QS. Az Zalzalah :7-8).
Oleh sebab itu semua masalah yang berkaitan dengan kehidupan setelah  mati, surga neraka, kiamat, haruslah dilihat sumbernya di dalam Al Quran  dan Sunnah, bukan melalui mitos, cerita dari mulut ke mulut yang tidak  jelas sumbernya yang hanya akan membawa manusia kepada kesesatan dari  jalan Allah jalan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw.
B. Metode Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam sebuah proses  pendidikan Islam. Karena seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan sebagai  materi pengajaran dari pendidik kepada peserta didik adalah melalui  sebuah  metode. Ada sebuah adigum yang berbunyi :
الطريقة اهم من المادة
Bahwa metode itu lebih penting daripada materi. Merupakan sebuah  realita bahwa metode penyampaian yang komunikatif akan lebih disenangi  meskipun materi yang disampaikan biasa-biasa saja, jika dibandingkan  dengan materi yang menarik tetapi metode yang disampaikan dengan tidak  menarik maka materi tersebut tidak dapat diterima dengan baik pula oleh  peserta didik. Sehingga penggunaan metode yang tepat sangat mempengaruhi  keberhasilan dalam proses mendidik.[172]
Metode berasal dari bahasa Greek atau Yunani “metodos” ,  selanjutnya kata ini terdiri dari dua suku kata yakni “meta”  yang artinya melalui atau melewati dan “hodos” yang memiliki  makna jalan atau cara. Sehingga metode adalah jalan yang dilalui untuk  mencapai tujuan.[173]
Para ahli pendidikan Islam lebih sering menggunakan kata الطريقة   atau الطرق   sebagai bentuk jamaknya. Memiliki makna yang sama dengan  metode yakni jalan atau cara yang harus ditempuh. Metode merupakan  hubungan sebab akibat dengan tujuan pendidikan, sehingga tidak dapat  diabaikan. Karena rasul sudah memberikan isyarat dalam salah satu  haditsnya :
لكل شيئ طريق وطريقة الجنة العلم (رواه الديلمي)
Artinya :  Bagi segala sesuatu itu ada caranya (metodenya) dan metode  masuk surga adalah ilmu (HR. Dailami).[174]
Demikian pula dalam menyampaikan pendidikan tauhid dalam keluarga  harus pula menggunakan metode atau cara yang dapat dilakukan oleh para  orang tua, dan dapat dengan mudah dikondisikan dalam lingkungan  keluarga. Sehingga suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif akan  lebih membantu cara dan tehnik penyampaian pendidikan tauhid bagi  anak-anak.
Maka yang dimaksud metode pendidikan tauhid dalam keluarga adalah  cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan tujuan pendidikan tauhid dalam  keluarga. Metode-metode yang digunakan untuk pendidikan tauhid dalam  keluarga antara lain :
- 1. Kalimat tauhid
Dikatakan bahwa bayi yang baru lahir pendengarannya sudah berfungsi,  sehingga ia akan langsung mengadakan reaksi terhadap suara. Telinga akan  segera berfungsi segera setelah ia lahir,meskipun ada perbedaan antara  bayi yang satu dengan yang lain. Lebih jauh lagi Wertheimer dapat  membuktikan bahwa bayi juga akan memalingkan pandangannya ke arah suara  yang ia dengar, setelah 10 menit ia dilahirkan. Gerakan ini disebut  sebagai reaksi orientasi. Fungsi auditif bayi akan bereaksi terhadap  irama dan lama waktu berlangsungnya.[175]
Maka sangat benarlah metode pendidikan yang diajarkan Rasulullah saw.  untuk mengumandangkan adzan dan iqomat kepada bayi yang baru lahir.  Adzan dan iqomat merupakan panggilan bagi seorang muslim untuk shalat  sujud beribadah mengakui keesaan Allah, bertauhid bahwa Bersaksi  Tidak Ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah SWT.
Sehingga suara yang didengar oleh sang bayi adalah suara ketauhidan,  telinganya yang akan bereaksi terhadap suara yang berirama, sehingga  lembut dan merdunya kumandang adzan dan iqomah dapat dijadikan awal  pendidikan untuknya. Inilah metode awal bagi orang tua untuk menanamkan  ketauhidan kepada anaknya dengan kalimat yang sempurna kalimat Laa  Ilaaha Illallah yang terdapat pada rangkaian adzan dan iqomat.
Sunnah Muakkad hukumnya untuk mengumandangkan azan dan iqomat kepada  bayi yang baru lahir. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Hasan bin  Ali r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “ Bagi setiap anak  yang dilahirkan hendaknya diserukan suara adzan di telinga kanan dan  iqomat di telinga kirinya. Maka ia tidak akan terkena bahaya penyakit”.[176]
Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri jika adzan dan  iqomah membawa pengaruh dan kesan dalam hati.[177]Mendidik  anak dengan kalimat tauhid, yang akan mengikat jiwanya dan akan  berpengaruh bagi perkembangan anak di masa yang akan datang. Sehingga  diharapkan kepada setiap orang tua tidak melupakan metode ini ketika  anak-anak mereka lahir.
- 2. Keteladanan
Al Quran sebagai sumber pendidikan Islam, juga pendidikan tauhid  dalam keluarga telah memberikan statemen tentang keteladanan sebanyak  tiga kali yakni dalam surat Al Mumtahanah ayat  4, ayat 6, dan surat Al  Ahzab ayat 21. Ibrahim dan Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai profil  keteladanan.[178]Keteladanan  merupakan sesuatu yang patut untuk ditiru atau dijadikan contoh teladan  dalam berbuat, bersikap dan berkepribadian.
Dalam bahasa Arab “keteladanan”  berasal dari kata “uswah”  yang berarti pengobatan dan perbaikan. Menurut Al Ashfahani al uswah  dan al iswah sama dengan kata al qudwah dan al  qidwah merupakan sesuatu yang keadaan jika seseoarng mengikuti  orang lain, berupa kebaikannya, kejelekannya, atau kemurtadannya.  Pendapat ini senada dengan pendapat Ibn Zakaria.[179]
Namun dari ketiga ayat yang dijadikan sumber teori awal tentang  keteladanan, al uswah selalu bergandengan dengan kata hasanah.  Sehingga keteladanan yang dijadikan contoh ialah dalam hal kebaikan.  Jika kita melihat sejarah, maka salah satu sebab utama keberhasilan  dakwah Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad saw. adalah ketedanan mereka dalam  memberikan pelajaran langsung kepada umatnya. Perkataan dan perbuatan  selalu beriringan, bahkan Nabi Muhammad saw. lebih dahulu melakukan  suatu perintah sebelum perintah tersebut ia sampaikan kepada kaum  muslimin.
Di era yang modern ini, metode keteladanan masih sangat diperlukan  dalam dunia pendidikan, terlebih lagi pendidikan dalam keluarga.  Keteladanan akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi  tercapainya tujuan pendidikan dalam keluarga, begitu pula dalam hal  pendidikan tauhid. Orang tua merupakan contoh tauladan utama sebagai  panutan bagi anak-anaknya, memegang teguh ketauhidan dan menjaganya,  serta mengamalkan nilai-nilai ketauhidan dalam keluarga.
Allah telah berfirman :
اتأمرون الناس بالبر وتنسون انفسكم وانتم تتلون الكتب افلا تعقلون
(البقرة : 44)[180]
Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,  sedang kamu melupakkan diri (kewajiban) sendiri, padahal kamu membaca Al  Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir (QS. Al Baqarah : 44).
Meskipun demikian metode keteladanan memiliki kelebihan.  Di antara kelebihan metode keteladanan adalah :
- Anak akan lebih mudah menerapkan ilmu yang telah diketahui.
- Orang tua akan mudah mengevaluasi hasil belajar anaknya.
- Tujuan pendidikan akan lebih terarah dan tercapai dengan baik.
- Akan menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif.
- Terjalin hubungan harmonis antara anak dengan orang tua.
- Orang tua dapat menerapkan pengetahuannya kepada anak.
- Mendorong orang tua agar selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh anak-anaknya.[181]
Uyainah bin Abi Sufyan pernah berpesan kepada guru yang mendidik  anaknya sebagai berikut:
“Hendaklah yang pertama-tama kamu lakukan di dalam memperbaiki  anakku, adalah perbaiki dulu dirimu sendiri. Karena sesungguhnya mata  anak-anak itu hanya tertuju kepadamu. Maka apa yang baik menurut mereka  adalah apa yang kamu perbuat, dan apa yang jelek menurut mereka adalah  apa yang kamu tinggalkan”.[182]
Pendidikan praktis menunjukkan bukti bahwa anak secara psikologis  cenderung meneladani orang tuanya, karena adanya dorongan naluriah untuk  meniru. Kualitas agama anak serta ketauhidannya sangat tergantung  kepada orang yang terdekat dengan mereka yakni orang tua. Kepribadian  anak akan terbentuk dan terpola dari teladan yang ia tiru sejak awal  kehidupannya dalam keluarga. Islam telah memberikan contoh kepada para  orang tua kepada sosok bernama Lukman Al Hakim, yang mengajarkan  bagaimana seharusnya seorang ayah menuntun dan menanamkan ketauhidan  kepada anak-anaknya, contoh ini tidak hanya melalui perintah tetapi  keteladanan Lukman Al Hakim sendiri sebagai orang tua.[183]
Orang tua merupakan sentral figur bagi anak dalam keluarga, sehingga  jika kita meminjam konsep yang ada dalam Quantum teaching disebutkan  bahwa semuanya berbicara, semua yang dilakukan orang tua, bahkan mimik  wajahpun semunya menyampaikan informasi bagi anak. Semuanya menjadi  sumber anak untuk belajar, sehingga jiwa ketauhidan harus selalu  terpancar dari setiap wajah orang tua. Kepribadian yang menunjukkan  bahwa orang tua hanya takut dan tunduk kepada Allah SWT, muncul dalam  setiap aktivitas yang ada dalam keluarga. Metode keteladanan merupakan  satu tehnik pendidikan yang efektif dan sukses dalam pendidikan Islam.
Anwar Jundi menpernah menuliskan dalam sebuah kitabnya, agar para  otang tua dan guru agar memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak.  Sebab melalui cara ikut-ikutan dan menirulah anak kecil belajar,  dibandingkan dengan nasehat-nasehat dan petunjuk-petunjuk melalui lisan.[184]
Nashih Ulwan menegaskan bahwa keteladanan merupakan tiang penyangga  dalam meluruskan perilaku anak, juga sebagai dasar untuk meningkatkan  kualitas anak menuju pribadi yang mulia.[185]Sebenarnya  metode keteladanan ini tidak dapat dilepaskan dari metode pembiasaan  sebagai dua metode yang sinergis, insyaallah metode ini akan dijelaskan  pada pembahasan selanjutnya.
Salah tauladan dalam keluarga akan berakibat fatal, oleh sebab itu  para orang tua haruslah mempersiapkan diri mereka sebelum memiliki anak  dengan ketauhidan yang didukung dengan pengetahuan tentang tauhid yang  melingkupi materi dan ruang lingkupnya. Sehingga melalui tauladanisasi  para orang tua insyaallah akan melahirkan generasi-generasi muslim yang  sejati dengan kepribadian tauhid yang mantap.
Islam telah memberikan contoh kepada kita semua seorang figur yang  memiliki akhlak yang sempurna. Ketauhidan beliau sangat mantap, sehingga  andaikata bulan dan matahari diletakkan dipangkuannya ia tidak akan  melepas ketauhidannya kepada Allah SWT, ialah Nabi Muhammad saw.   Sehingga bagi para orang tua tidak hanya cukup menjadikan dirinya sebagi  teladan anak-anaknya, namun juga harus mengarahkan dirinya serta  anak-anaknya untuk meneladani keteladanan Nabi Muhammad SAW. dan para  sahabat beliau yang memiliki kepribadian tauhid yang mantap dan sudah  terbukti.
- 3. Pembiasaan.
Pembiasaan adalah proses untuk membuat orang menjadi biasa. Jika  dikaitkan dengan metode pendidikan Islam maka metode pembiasaan  merupakan cara yang dapat digunakan untuk membiasakan anak berpikir,  bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam. Metode ini  sangat efektif untuk anak-anak, karena daya rekam dan ingatan anak yang  masih kuat sehingga pendidikan penanaman nilai moral, terutama  ketauhidan ke dalam jiwanya sangat efektif  untuk dilakukan. Potensi  dasar yang dimiliki anak serta adanya potensi lingkungan untuk membentuk  dan mengembangkan potensi dasar tersebut melalui pembiasan-pembiasan  agar potensi dasar anak menuju kepada tujuan pendidikan Islam, hal ini  tentunya memerlukan proses serta waktu yang panjang.[186]
Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata  berkaitan erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan.[187]Nashih  Ulwan menjelaskan bahwa landasan awal dalam metode pembiasaan adalah “fitrah”  atau potensi yang dimiliki oleh setiap anak yang baru lahir, yang  diistilahkan oleh beliau dengan “keadaan suci dan bertauhid murni”.  Sehingga dengan pembiasaan diharapkan dapat berperan untuk menggiring  anak kembali kepada tauhid yang murni tersebut.[188]
Pendapat Imam Ghazali yang dikutip oleh Nashih Ulwan menjelaskan  bahwa bayi mempunyai hati yang bersih dan suci, ia merupakan amanat bagi  para orang tuanya. Oleh sebab itu hati yang bersih dan suci tersebut  harus selalu dibiasakan dengan kebiasaan yang baik, sehingga ia akan  tumbuh dengan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut, Sehingga diharapkan  kelak akan memperoleh kebahagiaan dunia-akhirat.[189]
Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk menerapkan metode  pembiasan ini antara lain :
- Proses pembiasan dimulai sejak anak masih bayi, karena kemampuannya untuk mengingat dan merekam sangat baik. Sehingga pengaruh lingkungan keluarga secara langsung akan membentuk kepribadiannya. Baik ataupun buruk kebiasannya akan muncul sesuai dengan kebiasan yang berlangsung di dalam lingkungannya.
- Metode ini harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus, teratur dan terencana. Oleh sebab itu faktor pengawasan sangat menentukan. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya anak akan terbentuk dengan kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten.
- Meningkatkan pengawasan, serta melakukan teguran ketika anak melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
- Pembiasan akan terus berproses, sehingga pada akhirnya anak melakukan semua kebiasaan tanpa adanya dorongan orang tuanya baik ucapan maupun pengawasan. Namun akan melakukannya karena dorongan dan keinginan dari dalam dirinya sendiri.[190]
Dr. Ahmad Amin menulis dalam kitabnya “Kitabul Akhlak”  beliau mengatakan bahwa metode pembiasaan ini sangat penting karena  seluruh aktivitas manusia terbentuk karena latihan dan pembiasaan. Lebih  jauh lagi menurut beliau ada dua hal yang menyangkut kebiasaan baik dan  buruk yakni :
- Faktor interen dengan adanya minat, yakni dorongan yang berasal dari dalam diri manusia yang cenderung untuk melakukan aktivitas tertentu.
- Faktor eksteren yakni adanya usaha agar anak cenderung melakukan kebiasaan-kebiasaan melalui latihan-latihan.[191]
Begitu pula dalam pendidikan tauhid dalam keluarga dapat dilakukan  dengan pembiasaan atau latihan-latihan agar nilai-nilai ketauhidan  tertanam dalam diri anak. Meskipun tidak dapat dipungkiri pendidikan  tauhid sangat membutuhkan dan berkaitan erat dengan materi-materi  pendidikan lain seperti akhlak, fiqih, dan sebagainya. Namun bagaimana  seluruh materi pelajaran tersebut dapat mendukung kepada pendidikan  tauhid sebab tauhidlah sebagai dasar dari seluruh materi tersebut.
Ketauhidan anak akan tumbuh melalui latihan-latihan dan pembiasaan  yang diterimanya. Biasanya konsepsi-konsepsi yang nyata, tentang Tuhan,  malaikat, jin, surga, neraka, bentuk dan gambarannya berdasarkan  informasi yang pernah ia dengar dan dilihatnya.[192]
Di antara pembiasan-pembiasan yang dapat dilakukan sebagai latihan  untuk menyampaikan materi-materi ketauhidan dalam keluarga ialah :
1)  Latihan Kalimat Tauhid.
Metode ini berkaitan dengan metode pertama yakni kalimat tauhid,  perbedaannya adalah bahwa metode pertama hanyalah memperdengarkan  kalimat tauhid yang ada dalam rangkaian adzan dan iqomah kepada bayi  yang baru lahir. Selanjutnya didukung oleh keteladanan orang tua dengan  selalu memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid kepada anak di setiap ada  kesempatan dan waktu yang cocok, sehingga anak tidak lagi asing  mendengar kalimat tauhid meskipun anak belum bisa mengucapkannya.
Setelah membuka pengetahuan pendengaran anak dengan kalimat tauhid  maka langkah selanjutnya ialah mengajak anak untuk mengucapkannya,  manfaat lain ialah sebagai pendidikan anak untuk mengenalkan kata-kata  yang baik sebagai awal alat untuk berkomunikasi. Karena bahasa merupakan  kemampuan yang terus berkembang seiring dengan informasi yang diperoleh  sang bayi/anak.
Bayi memerlukan dorongan atau keinginan untuk berkomunikasi. Artinya  anak harus memiliki kemauan atau keinginan untuk berbicara. Ketika  mengeluarkan suara-suara ia merasa senang. Dari situ bayi akan merasakan  bahwa berceloteh itu sangat menyenangkan dan tentu saja ia ingin  mengulanginya lagi.[193]
Melalui bahasalah anak-anak mengenal Tuhan, mulai umur 3 tahun dan 4  tahun anak sering mempertanyakan tentang Tuhan. Kata-kata dan sikap  orang tuanya tentang Tuhan akan direkam dan mulai menarik perhatiannya.  Kata Allah pada awalnya tidak mempunyai arti, namun dari apa yang ia  lhat dari orang tuanya anak mulai memahami siapa Allah. Selanjutnya  semakin banyak inforamsi yang ia peroleh dari orang tuanya akan  membentuk sikapnya tentang Tuhan.[194]
Mungkin awalnya bayi hanya bisa menangis dan kita mengucapkan kalimat  Laa Ilaha Illallah, ada apa sayang?, mungkin anak belum tahu  apa maksudnya namun anak sudah menangkap dan ingin mengucapkannya namun  belum bisa, sehingga kita perlu terus menerus mengulangi kata-kata  tersebut. Kalimat-kalimat tauhid kita rangkaian dengan teguran manis dan  sapaan, sehingga
anak akan termotivasi untuk ikut mengucapkannya.
Ada beberapa prinsip kebaikan yang perlu diajarkan dan dibiasakan  kepada anak-anak oleh para orang tua yang ditawarkan oleh Nashih Ulwan.  Urutan pertama yang ditawarkannya ialah agar para orang tua mengajarkan  dan melatih anak-anaknya kalimat “Laa ilaaha illallah” (Tidak ada Tuhan  selain Allah). Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu  Abbas yang maknanya agar setiap anak diawali dengan kalimat tauhid “Laa  Ilaaha Illallaah”.[195]
Kalau kalimat tauhid terus menerus dan berulang kali didengar maka  anak akan mencoba mengucapkannya meskipun belum sempurna pengucapannya  dan mengerti maknanya. Setelah anak cukup besar dan mampu mengucapkannya  dengan sempurna, maka tidak akan sulit lagi untuk mengajarkannya  kepadanya tentang arti dan maksudnya. Untuk membantu pemahaman anak  dapat dibantu dengan fenomena dan benda-benda yang ada disekitarnya yang  langsung dilihat atau diperlihatkan. Seperti bunga, langit, bintang,  binatang-binatang, bahwa semuanya termasuk dirinya adalah ciptaan Allah  SWT. Dengan demikian akal pikirannya akan merekam dan mulailah tertanam  ketauhidan di dalam jiwanya bahwa semua yang ada merupakan bukti akan  keberadaan Allah.
2)  Latihan Beribadah
Ibadah merupakan kebutuhan setiap muslim, sehingga dengan ibadah pun  kita dapat mendidik dan menanamkan ketauhidan anak. Secara umum seluruh  kegiatan yang bertujuan mencari ridho Allah adalah ibadah. Namun sebelum  kita memperkenalkan terlalu jauh akan apa itu ibadah, kita harus  mengajarkan ibadah-ibadah yang pokok dahulu kepada anak. Salah satu  ibadah pokok yang kita lakukan adalah shalat.
Melibatkan si kecil beribadah adalah sangat penting, kita harus  mendidik anak bahwa ketika datangnya waktu shalat, anak tidak boleh  rewel, anak dapat merasakan kegembiraan orang tuanya untuk menegakkan  shalat. Mungkin anak akan rewel ketika ditinggal orang tuanya shalat  karena tidak ada yang memperhatikannya, ia akan merasa dicuekin. Metode  yang digunakan adalah ketika orang tua berwudhu, anak juga dibasuh  wajah, tangan, kakinya. Jika anak tidak tidur maka anak dapat digendong  ketika shalat, orang tua membaca dengan keras agar anak mendengarnya.  Kalau kita membiarkan si kecil menangis sendirian dan kita cuek  menunaikan shalat maka akan tertanam ketidak sukaan si kecil terhadap  suasana ketika datangnya waktu shalat, sebab ia akan sendirian dan  dicuekin.[196]Oleh  sebab itu sangat baik mengajak anak ikut serta dalam shalat. Jika hal  ini secara kontinyu dilakukan maka anak akan tahu bahwa waktu shalat  telah tiba dengan terdengarnya suara adzan. Orang tua dapat mencoba  menidurkan anak ketika hendak shalat, tetapi jika anak tidak tidur, maka  dengan berbasah basi untuk mengajak anak ikut serta. Anak akan terbiasa  bahwa ketika shalat wajah, tangan, dan kakinya akan dibasuh meskipun ia  belum tahu apa maksud dan tujuannya. Ibunya akan memakai pakaian  khusus.
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan anak maka orang tua dapat  dengan mudah mengajarkan ibadah shalat dan wudhu karena anak telah  terbiasa dengan rutinitas shalat dan wudhu sejak ia kecil bersama orang  tuanya. Orang tua tinggal menyempurnakannya dengan gerakan, bacaan,  maksud, dan tujuan dari pada shalat. Juga tentunya mengajarkan wudhu  pula yang sempurna. Jadi mendidik anak bukan hanya dengan teori saja  tetapi langsung anak dan orang tua mempraktekkan aktivitas ibadah.
Setelah anak berusia tujuh tahun, merupakan kewajiban bagi orang tua  memerintahkan anaknya untuk menunaikan shalat. Hal ini berdasarkan sabda  Rasulullah :
مروا اولادكم بالصلاة وهم ابناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم ابناء
عشرين سنين …(رواه الحاكم وابو داود )
Artinya :     Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat  ketika usia mereka sudah mencapai tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika  tidak mau melaksanakan shalat) ketika sudah berusia 10 tahun.
Namun sangat baik jika pendidikan shalat diawali sejak bayi karena ia  akan terus berproses dan semakin lama anak akan tahu makna shalat serta  fungsinya, sehingga ia akan mengerjakannya dengan kesadaran dari dalam  dirinya sendiri. Dengan demikian anak akan berlatih untuk mencintai  ibadah. Meskipun demikian orang tua harus memberikan penjelasan maksud  dan tujuan dari shalat dan ibadah-ibadah yang lain.
Selain shalat ada baiknya setiap kegiatan ibadah, seperti puasa, dan  ibadah yang lain anak sangat baik diikutsertakan. Sehingga melalui  interaksi dan komunikasi yang baik akan terjalin ikatan yang erat antara  orang tua-anak. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara anak-anak  dengan orang tuanya akan memudahkan pendidikan ketauhidan tahap  selanjutnya karena kepercayaan dan keyakinan para anak terhadap orang  tuanya. Waktu setelah shalat dapat dimanfaatkan orang tua untuk mendidik  anak dengan metode nasehat yakni melalui dialog dan cerita-cerita yang  insyaallah akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
3)  Latihan  Berdoa Di setiap Aktivitas.
Metode pembiasaan bertujuan mengembangkan potensi dan kemampuan daya  tangkap dan daya ingat anak yang masih kuat, sehingga semua yang  didengar dan dilihat dapat direkam untuk selanjutnya dipraktekkan anak  berupa ucapan dan perbuatan. Oleh sebab itu diperlukan kesabaran dan  ketekunan orang tua untuk terus mengulang-ulang ucapan atau perbuatan  baik ketika ucapan dan perbuatannya didengar atau dilihat oleh anaknya.
Pada masa perkembangan pertama yakni antara 0-2 tahun, anak dapat  dilatih dengan kebiasaan-kebiasaan seperti membaca bismillah ketika mau  makan dan minum, dan membaca alhamdulillah ketika selesai atau ketika  diberi sesuatu oleh orang lain. Meskipun kata yang diucapkan belum  sempurna, bismillah diucapkan anak milah atau alhamdulillah  dengan duilah.[197]
Latihan ini pada awalnya harus dimulai oleh orang tua setiap akan  melakukan aktivitas. Sebelum orang tua melatih anaknya, maka ia harus  melatih dan membiasakan dirinya mengucapkan doa atau kalimat-kalimat  toyyibah. Ketika bersin mengucapkan alhamduulillah, ada yang jatuh atau  menguap mengucapkan astaghfirullah. Metode ini mengharuskan orang tua  untuk menghafal doa sehari-hari dan membiasakan diri mengamalkannya.  Sehingga sejak bayi anak terbiasa mendengar dan diperdengarkan doa-doa  dan kalimat-kalimat toyyibah, sehingga ketika kemampuan bahasa anak  berkembang ia akan mencoba mengucapkannya. Ketika anak sudah dapat  mengucapkannya dengan sempurna, tinggal orang tua memberikan penjelasan  tentang maksud dan makna doa-doa dan kalimat toyyibah yang  selama ini dilatih dan dibiasakan kepadanya.
Doa merupakan landasan dan pegangan setiap muslim ketika akan  beraktivitas, dengan tujuan menyerahkan dirinya dan hasil dari aktivitas  tersebut kepada Allah SWT, dan tujuan akhir yang ingin diperoleh ialah  ridho Allah SWT. Melalui doa akan mengajarkan kepada anak bahwa dirinya  selalu berada dalam kondisi lemah sehingga memerlukan bantuan dan  pertolongan kepada yang Maha Kuasa. Melalui doa, juga anak akan merasa  dirinya selalu dalam pengawasan Allah SWT, sehingga akan mengarahkan  dirinya kepada hal-hal yang baik serta menghindarkan dirinya dari  hal-hal yang dibenci dan dilarang Allah SWT. latihan dan membiasakan  diri berdoa merupakan sarana untuk menguatkan dan mengokohkan ketauhidan  dalam diri anak.
Jika jiwa anak selalu berzikir kepada Allah hatinya akan kokoh dan  dekat kepada-Nya. Anak akan menjadi ahli ibadah, berakhlak mulia,  terhindar dari perbuatan maksiat, lebih-lebih dari dosa dan kemungkaran.  Ini adalah harapan para orang tua, yakni memperoleh anak yang penuh  ketauhidan dan ketakwaan.[198]
- 4. Nasehat.
Seluruh metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang penyusun  jelaskan, semuanya saling berkaitan dan saling mendukung. Sehingga dalam  mendidik ketauhidan anak tidak hanya menggunakan satu metode saja,  namun harus menggunakan metode-metode yang lain, seperti metode kalimat  tauhid; metode keteladanan; metode pembiasaan, dan sekarang metode  nasehat. Metode-metode inipun, seperti yang sudah penyusun sampaikan  membutuhkan materi-materi lain di luar materi ketauhidan.
Salah satu potensi yang ada di dalam jiwa manusia adalah potensi  untuk dapat dipengaruhi dengan suara yang didengar atau sengaja  diperdengarkan. Potensi ini tidak sama dalam diri seseorang, serta tidak  tetap. Sehingga untuk dapat terpengaruh secara, suara yang didengar  atau diperdengarkan haruslah diulang terus. Permanen atau tidak pengaruh  yang dihasilkan tergantung kepada intensitas dan banyaknya pengulangan  suara yang dilakukan.  Nasehat yang dapat melekat dalam diri anak jika  diulang secara terus menerus. Namun nasehat saja tidaklah cukup ia harus  didukung oleh keteladanan yang baik dari orang yang memberi nasehat.  Jika orang tua mampu menjadi teladan maka nasehat yang ia sampaikan akan  sangat berpengaruh terhadap jiwa anak.[199]
Nasehat merupakan aspek dari teori-teori yang disampaikan orang tua  kepada anak. Metode ini memiliki peran sebagai sarana untuk menjelaskan  tentang semua hakekat.[200]  Termasuk dalam menyampaikan dan menjelaskan materi-materi pendidikan  tauhid adalam keluarga. Sehingga orang tua dituntut memiliki kemampuan  bahasa yang baik agar anak dapat menangkap dan memahami semua penjelasan  yang disampaikannya.
Nasehat ini harus dimulai juga sejak anak masih kecil, selain sebagai  sarana pendidikan tauhid juga sebagai dorongan dan motivasi anak untuk  belajar berbicara. Kemampuan bahasa anak akan diiringi oleh kemampuan  otaknya juga. Maksudnya ketika ia mendengarkan sebuah nasehat ia akan  merekam setiap kosa kata yang ia dengar dalam memorinya, serta akalnya  juga mencoba memahami setiap kosa kata sampai kalimat yang ia dengar.  Oleh karena itu bahasa yang digunakan orang tua haruslah sederhana dan  jelas.
Nasehat dapat diberikan di setiap waktu jika ada kesempatan. Nasehat  dapat juga berbentuk cerita, atau dialog untuk anak yang sudah bisa  berbicara. Orang tua harus menerangkan tentang kalimat tauhid, tentang  adanya Allah serta bukti kauniahnya, serta materi-materi lain  yang telah penyusun terangkan pada bab sebelumnya.
Dalam memberikan nasehat orang tua janganlah bersifat otoriter  terhadap pembicaraan, anak harus benar-benar dilibatkan dalam berbicara.  Berilah anak kesempatan untuk berbicara, bahkan tanggapannya atau ada  sesuatu yang ia tanyakan. Metode ini jangan dibuat kaku oleh orang tua,  jika anak bertanya atau memberikan tanggapan tidak sesuai dengan materi  yang dijelaskan orang tua harus berbesar hati, jangan sampai melihatkan  wajah kekecewaan. Bahkan sebaliknya, orang tua harus memberikan  penghargaan terhadap apapun respon dan reaksi yang diberikan anaknay  terhadap nasehat-nasehatnya. Agar anak merasa enak dan nyaman dalam  belajar.
Jika kita menggunakan asas yang ada dalam Quantum Teaching  yakni
“Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita , dan Antarkan Dunia Kita Ke  Dunia Mereka”, inilah asas dalam tehnik mengajar Quantum Teaching.[201]  Orang tua harus mampu masuk ke dunia anak-anaknya, apa keinginan  mereka. Ilmu psikologi akan sangat membantu orang tua, sehingga orang  tua mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Orang tua  harus mendapatkan hak untuk mendidik dari anak-anaknya. Jika keteladanan  orang tua baik niscaya hak mendidik akan diberikan oleh anak-anaknya.  Orang tua harus berusaha mendapatkan haknya untuk mendidik, sehingga  harus berjuang menjadi teladan terbaik untuk anak-anaknya. Setelah orang  tua berhasil masuk ke dunia anak-anaknya, maka ia akan memperoleh hak  untuk memimpin, hak untuk mendidik. Langkah selanjutnya ialah membawa  dunia kita ke dunia mereka, caranya ialah berusaha memberikan pengalaman  setiap materi nasehat yang diberikan. Tehnik yang dipakai ialah dengan  mengaitkan materi yang diajarkan dengan suatu peristiwa atau kejadian.
Orang tua dapat memanfaatkan media pendidikan yang telah ada seperti  buku-buku cerita para rasul atau cerita-cerita teladan. Vcd-vcd yang  memuat cerita para rasul juga dapat dimanfaatkan. Sehingga pendidikan  nasehat yang disampaikan meliputi seluruh potensi yang dimiliki anak  mulai pendengaran dan penglihatan. Metode ini akan lebih berhasil jika  anak memperoleh pengalaman sendiri. Oleh sebab itu memerlukan  latihan-latihan agar menjadi kebiasaan.
Orang tua harus menjadi jendela informasi anak-anaknya. Sehingga  dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas agar dapat memberikan  informasi secara baik dan benar. Kemampuan yang terintegral sangat  diperlukan untuk menjadi orang tua yang menjadi top figur dan teladan  anak-anaknya.
Metode ini digunakan untukmenyampaiakn materi-materi ketauhidan  ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyat. Metode ini dapat  dikembangkan dengan tehnik cerita, dongeng, atau dialog. Metode ini  diterapkan untuk anak berusia 3 tahun ke atas, karena pada usia ini anak  sudah dapat diajak dialog dan memiliki ketertarikan, termasuk kepada  materi-materi ketauhidan, Namun harus tetap dikemas dalam bentuk yang  menarik perhatian anak tentunya.
- 5. Pengawasan.
Nashih Ulwan menjelaskan bahwa dalam membentuk akidah anak memerlukan  pengawasan, sehingga keadaan anak selalu terpantau. Secara universal  prisip-prinsip Islam mengajarkan kepada orang tua untuk selalu mengawasi  dan mengontrol anak-anaknya. Hal ini dilandaskan pada nash Al Quran  dalam surat At-Tahrim ayat 6. Fungsi seorang pendidik harus mampu  melindungi diri, keluarga dan anak-anaknya dari ancaman api neraka.  Fungsi tersebut dapat dilaksanakan dengan baik jika pendidik melakukan  tiga hal yakni memerintahkan, mencegah dan mengawasi.[202]  Bukan anak-anaknya saja yang ia awasi tetapi juga dirinya agar tidak  melakukan kesalahan yang menyebabkan dirinya terancam api neraka.  Bagaimana ia melindungi keluarganya dari api neraka jika ia tidak mampu  menjaga dirinya sendiri!.
Maksud dari pengawasan ialah orang tua memberikan teguran jika  anaknya melakukan kesalahan atau perbuatan yang dapat mengarahkannya  kepada pengingkaran ketauhidan. Pengawasan juga bermakna bahwa orang tua  siap memberikan bantuan jika anak memerlukan penjelasan serta bantuan  untuk memahami dan melatih dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang  diajarkan kepadanya.
Metode ini dipakai orang tua untuk anak tanpa ada batasan usia.  Metode-metode yang telah dijelaskan di atas harus ber- تدرج, yakni  bertahap sesuai dengan usia anak, dan materi yang akan disampaikan.  Faktor lain yang yang penting ialah bahwa semua metode tersebut saling  terkait dan saling membantu, dan pendidikan tauhid juga sebagai sebuah  proses. Oleh sebab itu hasil dari pendidikan tauhid dalam keluarga tidak  dapat dilihat langsung hasilnya. Namun berkembang secara terus menerus  sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan tauhid dalam  keluarga harus dilakukan secara terus menerus dan tidak terputus. Para  orang tua tidak boleh putus asa dan menyerah, apalagi sampai  menghentikan pendidikan ini. Jika berhenti maka prosespun akan berhenti.  Mengutip penjelasan Muhammad Zein, bahwa orang tua harus memiliki rasa  tanggung jawab yang tinggi atas pendidikan tauhid anak. Rasa  tanggungjawab akan menjadi motor penggerak untuk memperhatikan dan  memikirkan pendidikan tauhid untuk anak-anaknya.[203]
BAB IV
PENUTUP
Setelah melakukan penelitian akhirnya mendapatkan hasil  sebagaimana diuraikan dalam kesimpulan berikut.
- A. Kesimpulan
1.  Urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat diukur dengan  melihat dasar, tujuan, dan fungsinya.
Dasar pendidikan tauhid dalam keluarga adalah Al quran  dan Al Hadits, di antaranya :
- Dari Al Quran :
1) Surat At Tahrim ayat 6.
2) Surat Luqman ayat 13.
3) Surat Al Baqarah ayat 132-133.
- Dari hadis :
مامن مولود الا يولد على الفطرة فأبواه يهودانه او ينصرانه او يمجسانه
(رواه البخاري)
Artinya :  Tidak seorang anakpun yang dilahirkan kecuali ia  dilahirkan menetapi fitroh, Maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan  dia menjadi Yahudi, Nashrani, atau Majusi.(HR. Bukhori).
Sedangkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga  adalah :
- Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
- Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
- Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
- Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
- Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
Fungsi Pendidikan tauhid dalam keluarga di antaranya adalah :
- Untuk memberikan ketentraman dalam hati anak.
- Untuk menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
- Agar anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
- Agar anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
- Agar anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
- Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadikan tauhid sebagai falsafah dalam kehidupannya.
2.   Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dimaksud dalam  skripsi ini adalah kerangka konseptual yang berisi ide, gambaran,  pengertian, serta pemikiran tentang materi dan metode pendidikan tauhid  dalam keluarga yang dapat diterapkan oleh para orang tua untuk  menumbuhkan kodrat anak. Agar mereka menjadi manusia muslim yang  benar-benar meyakini keesaan Allah SWT, serta dapat mengamalkan  ketauhidan yang ia miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di  dunia dan akhirat.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat  yakni :
- Ilahiyat..
- Nubuwat.
- Ruhaniyat.
- Sam’iyyat.
Metode Pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
- Kalimat tauhid
- Keteladanan
- Pembiasaan - Latihan kalimat tauhid
- Latihan beribadah.
- Latihan berdoa di setiap aktivitas.
 
4.   Nasehat.
- Pengawasan.
Metode yang digunakan selain berfungsi sebagai sarana untuk  menyampaikan materi pendidikan tauhid juga membantu pertumbuhan dan  perkembangan anak. Metode kalimat tauhid sebagai contoh, digunakan untuk  menanamkan ketauhidan anak serta untuk mengawali getaran-getaran  perdana pada auditif anak yang telah berfungsi sesaat setelah  dilahirkan. Kemudian metode keteladanan, metode pembiasaan, metode  nasehat dan terakhir metode pengawasan. Secara garis besar metode   tersebut terbagi dua yakni metode teoritis dan praktis.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menuntut kemampuan pengetahuan dan  wawasan orang tua yang luas. Karena orang tualah sebagai pendidik utama  dalam konsep ini. Orang tua harus memiliki pengetahuan Islam yang  terintegral untuk melaksanakan konsep pendidikan tauhid dalam  keluarganya, selain penguasaan terhadap materi-materi ketauhidan dan  metodenya.Selain itu metode yang digunakan harus bertahap, sehingga  sesuai antara metode, materi, dan kemampuan anak.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menempati posisi terpenting dalam  pendidikan keluarga sebagai landasan dan tujuan dari pendidikan lain  yang terintegral di dalamnya. Seperti pendidikan akhlak dan pendidikan  ibadah. Pendidikan tauhid sebagai ruh dari pendidikan-pendidikan lain,  namun pendidikan tauhid memerlukan bantuan materi-materi pendidikan lain  untuk mengantarkan ruh dan tujuan tauhid. Sehingga anak akan melakukan  seluruh aktivitas kehidupannya dengan landasan ketauhidan yang mantap.
- B. Saran-Saran
Dari kesimpulan di atas dapat ditarik sebuah implikasi,  bahwa :
1. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam perspektif  pendidikan Islam ternyata membutuhkan sosok orang tua ideal. Orang tua  merupakan top figur dalam keluarganya, yang berperan sebagai  orang tua sekaligus pendidik anak-anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa  hal yang harus ada dalam diri orang tua sebagai pelaksana utama konsep  pendidikan tauhid dalam keluarganya :
- Mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
- Memiliki pengetahuan Islam secara integral yang meliputi materi ketauhidan, akhlak dan ibadah.
- Memiliki wawasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Memiliki wawasan tentang metode-metode pendidikan/pengajaran.
- Karena sulitnya untuk menjadi orang tua ideal diharapkan kepada lembaga perkawinan memberikan pendidikan atau pembekalan kepada setiap calon orang tua yang akan menikah. Lembaga perkawinan (KUA) harus memberikan gambaran tentang tanggungjawab orang tua terutama dalam mendidik anak-anaknya, karena anak-anak mereka adalah penerus kehidupan bagi bangsa dan agama. Terutama pendidikan tauhid setiap calon orang tua, meskipun selama ini telah ada pembekalan bagi setiap calon pengantin yang akan menikah namun hanya sebatas formalitas saja.
- Kepada rekan-rekan mahasiswa masih banyak peluang untuk meneliti kembali masalah pendidikan tauhid dalam keluarga, karena yang dibahas dalam skripsi ini masih pada materi dan metode. Masih banyak masalah-masalah lain yang belum dan perlu dibahas, seperti strateginya, dan lain sebagainya.
C.  Kata Penutup
Sebagai kata penutup, penyusun ingin mengucapkan alhamdulillah  kehadirat Allah, yang telah memberikan semangat kepada penyusun untuk  menyelesaikan skripsi ini, juga kepada pembimbing yang selalu memberikan  dorongan dan motivasi.
Namun demikian penyusun sangat menyadari bahwa skripsi ini  masih memerlukan masukan dan kritikan. Semoga apa yang penyusun tulis  dalam skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi para orang tua. Marilah  bersama-sama kita bentuk keluarga-keluarga muslim yang bertauhid,  sebagai modal untuk membagun bangsa Indonesia tercinta.
Yogyakarta, 21 Desember 2004
Sucipto.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Kamus, Ensiklopedi, dan Skripsi.
Abdullah, Abdurrahman, Aktualisasi Konssep Dasar Pendidikan  Islam, Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam.  UII Press. Yogyakarta, 2002.
Al-Bustani, Fuad Iqrami, Munjid Ath-Thullab, Dar  Al-Masyriqi, Beirut, 1986.
Al Faruqi, Isma’il Raji, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti,  Pustaka, Bandung, 1988.
Al Hasan, Yusuf Muhammad, Pendidikan Anak Dalam Islam,  Terjemahan Muhammad Yusuf Harun, Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997.
Al Quran Al Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t.
Arif, Armai, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam.  Ciputat Pers, Jakarta, 2002.
Asmuni, Yusron, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta,  1993.
Basmalah, Yahya Saleh, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan  Ahmad Rais Sinar, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993.
Bastian, Aulia Reza, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka  Utama, Yogyakarta, 2002.
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,  1970.
Dawud, Muhammad Isa, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan:  Afif Muhammad dan H. Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997.
DEPAG RI, Al Quran  Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al  Quran Al Quran, Khadim ak Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah ,  t.t.
Deporter, Bobbi., Reardon, Mark., Nourie, Sarah Singer., Quantum  Teaching : Mempraktikkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas.  terjemahan Ary Nilandari,Kaifa, Bandung, 2001,
Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai  Pustaka, Jakarta, 2003.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi  UGM, Yogyakarta, 1984.
Harini, Sri, dan Al-Halwani, Aba Firdaus, Mendidik Anak Sejak  Dini. Kreasi Wacana,Yogyakarta, 2003.
Hasyim, Umar, Anak Saleh 2 : Cara Mendidik Anak Dalam Islam,  PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983.
Hunainin, Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran  Abdullah Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam :  Tujuan , Materi, Dan Metode, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam  Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Ihsan, Hamdani dan Hasan, A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam.  Pustaka Setia, Bandung, 1998.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam. LPPI, Yogyakarta, 1995.
Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada,  Jakarta, 2001,
                 , Teologi  Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Jalaluddin, dan Said, Usman, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep  Dan Perkembangan Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta,  1994.
Karsana, Konsep Pendidikan Jasmani Dalam Pendidikan Islam.Skripsi  Sarjana Pendidikan Islam, Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Kayati, Yuni Nur, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra  Pustaka, Yogyakarta, 1999.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,  Gramedia, Jakarta, 1979.
Kuswandi, Wawan, Komunikasi Massa, sebuah Analisa Media Televisi.  Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin Dan Peradaban, Yayasan  Wakaf Paramadina, Jakarta, 2000.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Karakteristik Umat Terbaik Telaah  Manhaj, Akidah, Serta Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996.
Mas’ud, Jubaran, Raid Ath-Thullab, Dar Al-‘ilmi  Lilmalayyini, Beirut, 1967.
Ma’arif, A. Syafi’I, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita  Dan Fakta, Tiara Wacana, Yogykarta, 1991.
Monks, F.J (et al), Psikologi Prekembangan Pengantar  Dalam Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,  2001.
Muhaimin dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian  Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya,  Bandung, 1993.
Muhsin, Abdullah bin Abdul, Kajian Komprehensif Aqidah  Ahlussunnah Wal Jama’ah, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1995.
Mulkhan, Abdul Munir, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar  Filsafat Pendidikan  Islam Dan Dakwah, SI Press, Yogyakarta, 1993.
Nasution, S., dan Thomas, M., Buku Penuntun Membuat Tesis,  Skripsi, Disertasi, Makalah,. Bumi Aksara, Jakarta, 1996.
Nawawi, Syeikh muhammad, Fath Al Majid. Dar Ihy’ al Kutub al  ‘Arabiyah, t.k., t.t.
Olgar, Maulana Musa Ahmad, Mendidik Anak Secara Islami,  Terjemahan Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000.
Partanto, Pius A. dan Al Barry, M.Dahlan, Kamus Ilmiah Populer,  Arkola,Surabaya, 1994.
Rahmat, Jalaludidin (ed), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern,  Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.
Rasyid, Daud Rasyid, Islam Dalam Berbagai Dimensi, Gema  Insani Press, Jakarta, 2000.
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman,  Terjemahan Moh. Abdai Rathomy, Diponegoro, Bandung, t.t.
Santhut, Khatib Ahmad, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral Dan  Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan Ibnu Burdah, Mitra  Pustaka, Yogyakarta, 1998.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al Quran, Mizan,  Bandung, 2002.
Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan  Psikologis, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan  Kalijaga Yogyakarta,
Syahid, Syah Ismail, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan  Shohif, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001.
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja  RosdaKarya, Bandung, 1997.
Tauhid, Abu, Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Fakultas  Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.Yogyakarta, 1990.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia.  Djambatan, Jakarta, 1992.
Turkamani, Husain ‘Ali, Bimbingan Keluarga Dan Wanita Islam,  Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992.
Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Menurut Islam : Kaidah  Kaidah Dasar. Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT.  RosdaKarya, Bandung,1992.
Ulwan, Firyal, Misteri Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k.,  1996.
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, Filsafat Tauhid : Mengenal Tuhan  Melalui Nalar dan Firman, Terjemahan M. Habib Wijaksana, Arasyi,  Bandung, 2003.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Pt. Hidakarya Agung,  Jakarta, 1989.
                  , Metodik  Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t.
Zainuddin, Ilmu tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Zein, Muhammad,  Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih  Offset Papringan, Yogyakarta, 1991.
Zuhairini (et al), Methodik Khusus Pendidikan Agama, IAIN  Sunan Ampel, Malang,1983.
Zuhdi, Masjfuk, Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta,  1993
, Studi Islam, Jilid I : Akidah, PT.  RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993.
Zurayk, Ma’ruf, Aku Dan Anak-anakku, Bimbingan Praktis Mendidik  Anak Menuju Remaja, Terjemahan M. Syaifuddin Dkk, Al Bayan,  Bandung, 1994.
[1] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, SI press, Yogyakarta, 1993, h. 40.
[2]  Dinas P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,  Jakarta, 2003, h.959.
[3]  Ibid, h. 204.
[4]  Aulia Reza Bastian, Reformasi Pendidikan, Lappera Pustaka  Utama, Yogyakarta, 2002, h.11-12
[5]  Sebagaimana dikutip Drs.H.M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus  Besar Bahasa Indonesia, Departemen P & K, Jakarta,1989. dalam  bukunya “Ilmu Tauhid”, PT.RajaGrafindo Persada,  Jakarta, 1993,  h.1.
[6]  Jubaran Mas’ud, Raid Ath-Thullab, Dar Al’ilmi Lilmalayyini,  Beirut, 1967, h. 972.
[7]  Fuad Iqrami Al-bustani, Munjid Ath-Thullab, Dar Al-Masyriqi,  Beirut, 1986, h. 905.
[8]  Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam, Al Ikhlas, Surabaya, 1983, h. 54.
[9]  Yusron Asmuni, Op.cit., h.2.
[10]  Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.  h.1.
[11]  Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, LPPI, Yogyakarta, 2004. h.  4.
[12]  Ibid, h. 1.
[13]  Ibid, h. 5.
[14]  Dinas P & K, Op.cit, h. 232.
[15]  Ibid, h. 536.
[16]  Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah, Haji Mas Agung, Jakarta,  1993, h. 53.
[17]  Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, dan  Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan  Ibnu Murdah,  Mitra Pustaka,Yogyakarta, 1998,h. 5
[18]  Majalah Tabligh, Vol.01/No.12/Juli 2003.
[19]  Gatra, Nomor 17, beredar Senin 10 Maret 2003
[20]  Citra 57/XIV/Kamis, 24 September 2003-Rabu, 30 September 2003
[21]  Suara Merdeka, Op.cit.
[22]  Data ini penulis peroleh melalui akses internet. Selain pendapat  Lutfiah Sungkar juga masih ada pendapat aktor laga Dede Yusuf, yang ikut  memberikan komentar tentang hal yang sama, katanya“ Ini membawa hal-hal  yang negatif,” kata Dede.Ia menambahkan terutama anak kecil yang mudah  terpengaruh.
[23]  Tabloid Kuntum, juli 2003.
[24]  Syah Ismail Syahid, Menjadi Mukmin Sejati, Terjemahan:Shohif,  Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2001, h.78-79.
[25]  Ibid, h.79-80
[26]  DEPAG RI, Al Quran  Dan Terjemahannya, Komplek Percetakan Al  Quran Khadim al Haramain asy Syarifain Raja Fahd, Madinah , t.t., h.365.
[27]  DEPAG RI, Op.cit., h. 745.
[28]  Daud Rasyid,  Islam dalam Berbagai Dimensi, Gema Insani  Press,Jakarta,  2000, h. 16.
[29]  DEPAG RI, Op.cit., h.1118.
[30]  Sayid Sabiq, Aqidah Islam:pola Hidup manusia Beriman,  Terjemahan  Moh. Abdai Rathomy, Penerbit Diponegoro, Bandung, t.t., h. 8
[31]  DEPAG RI, Op.cit., h.951.
[32]  A. Syafi’I Ma’arif, Pendidikan Islam Di Indonesia Antara Cita Dan  Fakta, Tiara Wacana, Yogykarta, 1991, h. 8.
[33]  Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta,  1970, h.41.
[34]   DEPAG RI, Op.cit., h.264.
[35]  Al Quran Al Karim, S.P. Diponegoro, Bandung, t.t., h.142.
[36]  Yahya Saleh Basmalah, Manusia Dan Alam Gaib, Terjemahan Ahmad  Rais Sinar, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993, h.1.
[37]  Ibid, h.2.
[38]  Muhammad Isa Dawud, Dialog Dengan Jin Muslim, Terjemahan Afif  Muhammad Dan H.Abdul Adhiem, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, h.9
[39]  Ibid.
[40]  Al Quran Al Karim, Op.cit., h.356.
[41]  H.Abu Tauhied, Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Fakultas  Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1990, h.19.
[42]  Firyal Ulwan, Misteri Alam Jin, Pustaka Hidayah, t.k., 1996,  h.15
[43]  Ibid, h.116.
[44]   Sa’id abd. as-Sattar Fatahallah dalam Daud Rasyid,  Op. cit,  h.17.
[45]  Daud Rasyid, Op.cit., h.18-19.
[46]  Ibid. h. 19-20.
[47]  Ibid, h. 21-22.
[48]  Ismail Raji al Faruqi, Tauhid, Terjemahan Rahmani Astuti,  Pustaka, Bandung,  1988, h.18.
[49]  Ibid.
[50]  Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia,  Djambatan, Jakarta, 1992, h.934-935
[51]  Hasan al Banna dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h.5-6.
[52]  Yusran Asmuni, Op.cit., h. 6
[53]  Ibid, h. 7
[54]  Maulana Musa Ahmad Olgar,  Mendidik Anak Secara Islami,  Terjemahan  Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000, h.  56.
[55]  M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 2002,  h.254-255.
[56]  Khatib Ahmad Santhut,Op.cit, h.16
[57]  Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam,  Pustaka Setia, Bandung, 1998,  h. 240.
[58]  Al Quran Al Karim, Op.cit., h.114.
[59]  Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian  Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya,  Bandung, 1993, h. 229-230.
[60]  Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja  RosdaKarya, Bandung, 1997, h127.
[61]  Jalaluddin, dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam : Konsep Dan  Perkembangan Pemikirannya, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta,  1994, h.53.
[62]  Abdullah Nashih Ulwan, Op.cit., h.
[63]  Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, Sumbangsih Offset  Papringan, Yogyakarta, 1991, h. 68.
[64]  Yusuf Muhammad Al Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam,  Terjemahan Muhammad Yusuf Harun, Yayasan Al Sofwa, Jakarta, 1997, h.  31-37.
[65]  Ibid, h. 38-47.
[66]  Jalaluddin, Teologi Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada,  Jakarta, 2001, h. 147.
[67]  Ibid, h. 152.
[68]  Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I. Fakultas Psikologi UGM,  Yogyakarta, 1984, h.42.
[69]  Ibid.
[70]  Pius A Partanto, Op.cit., h. 770.
[71]  DEPAG RI, Op.cit., h. 951.
[72]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 236.
[73]  Ibid, h. 2
[74]  DEPAG RI., Op.cit., h. 498.
[75]  Ibid, h. 862.
[76]  öAl Quran Al Karim, Op.cit., h. 87, 98.
[77]  Ibid, h. 173.
[78]  Tim Penulis IAIN Syarif  Hidayatullah, Op.cit. h. 934
[79]  Ismail Raji al Faruqi, Op.cit. h. 18
.
[80]  Yunahar Ilyas, Loc.cit.
[81]  Daud Rasyid, Op.cit. h.19-20.
[82]  Ibid. h.21-22.
[83]  Fredrick Luple dalam Husain ‘Ali Turkamani,.Bimbingan Keluarga dan  Wanita Islam, Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta,  1992, h.30.
[84]  Husain ‘Ali Turkamani,.Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam,  Terjemahan M.S. Nasrulloh, Pustaka Hidayah, Jakarta, 1992, h.37.
[85]  DEPAG RI, Op.cit.,h. 644.
[86]  Fuaduddin dalam Sri Harini dan Aba Firdaus al-Halwani, Mendidik  Anak sejak dini, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2003, h.14.
[87]  Ibid, h. 15.
[88]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 61.
[89]  Jalaluddin Rahmat (Penyunting), Keluarga Muslim Dalam Masyarakat  Modern, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, h. 23-24.
[90]  Al Quran Al Karim, Op.cit., h.413.
[91]  DEPAG RI. Op.cit. h.116
[92]  Sri Harini dan Aba Firdaus al-Halwani, Op.cit. h.37-40.
[93]  Zakiah Daradjat, Op.cit., h.57.
[94]  Jalaluddin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada,  Jakarta, 2001, h. 66-67.
[95]  Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 59.
[96]  Yusron Asmuni, Op.cit., h. 2.
[97]  Ibid, h. 18.
[98]  Ibid.
[99]  Ali Abdul Halim Mahmud, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj,  Akidah Serta Harakah, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, h. 27.
[100]  Abdurrahman Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam,  Rekonstruksi Pemikiran Dalam Tinjauan Filosofis Pendidikan Islam,  UII Press, Yogyakarta, 2002, h. 64.
[101]  DEPAG RI.,Op.cit., h. 951.
[102]  Ibid., h. 654.
[103]  Ibid., h. 34.
[104]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 61
[105]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 23.
[106]  Ibid, h. 23-24
[107]  Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya  Agung, Jakarta, t.t. , h. 23.
[108]  Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam,  Pustaka Setia, Bandung, 1998, h. 239.
[109]  Hunainin, Pendidikan Keimanan Bagi Anak Menurut Pemikiran Abdullah  Nashih Ulwan, Dalam Kitab Tarbiyah Al-Aulad Fi Al Islam : Tujuan ,  Materi, Dan Metode, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan  UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 66
[110]  M. Saleh dalam Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak :  Tinjauan Psikologis, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan  UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 27
[111]  Ibid, h. 28.
[112]  Yusron Asmuni, Op.cit., h. 7.
[113]  Silahuddin, Loc.cit.
[114]  DEPAG RI., Op.cit., h. 373.
[115]  Abdullah bin Abdul Muhsin, Kajian Komprehensif Aqidah Ahlussunnah  Wal Jama’ah, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1995, h. 98.
[116]  Zainuddin, Op.cit., h. 22.
[117]  Hunainin, Op.cit., h. 37.
[118]   H.Hamdani Ihsan dan H.A.Fuad Ihsan, Op.cit., h. 237.
[119]  Yunahar Olyas, Op.cit., h. 6
[120]  Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Terjemahan  M. Habib Wijaksana, Filsafat  Tauhid Mengenal  Tuhan Melalui Nalar Dan Firman, Arasyi, Bandung,  2003, h. 99
[121]  Ibid, h. 110-111.
[122]  Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid I : Akidah, PT. RajaGrafindo  Persada, Jakarta, 1993, h. 13.
[123]  Ali Abdul Halim Mahmud, Op.cit., h. 28.
[124]  Ibid, h. 29.
[125]  Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Op.cit., h. 99-101.
[126]  Ibid, h. 107-108.
[127]  Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 51-55.
[128]  Syeikh Muhammad Nawawi, Syarh Fath Al Majid, Dar Ihya al Kitab  al Arabiyah,t. k., t.t., h. 5-37.
[129]  Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Op.cit., h. 201-202.
[130]  Ibid. h. 102.
[131]  Ibid, h. 106.
[132]  Yunahar Ilyas, Op.cit., h.129.
[133]  Ibid. h. 131-133.
[134]   DEPAG RI, Op.cit., h.770.
[135]  DEPAG RI., Op.cit., h. 667.
[136]  Syeikh Muhammad Nawawi, Op.cit., h. 46.
[137]  DEPAG RI., Op.cit., h. 828.
[138]  Yunahar Ilyas, Op.cit.,  h. 139-140.
[139]  DEPAG RI., Op.cit., h. 674.
[140]  Abu Bakar Al-Jazairy dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 135.
[141]  Ibid, h. 136.
[142]  Ali Abdul Halim Mahmud, Op.cit., h. 39.
[143]  Syeikh Muhammad Nawawi, Op.cit., h. 47.
[144]  Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 151.
[145]  DEPAG RI., Op.cit., h. 80.
[146]  Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 77-78.
[147]  DEPAG RI. Op.cit., h. 13.
[148]  Ibid, h. 464.
[149]  Ibid, h. 695.
[150]  Yunahar Ilyas, Op.cit.h. 81-82.
[151]  Ibid, h. 83-86.
[152]  Ibid. h. 93.
[153]  Muhammad Isa Dawud, Op.cit., h. 21.
[154]  DEPAG RI. Op.cit., h. 224.
[155]  Ibid, h. 392.
[156]  Ibid, h. 862.
[157]  Ibid, h. 984.
[158]  Ibid, h. 226-227.
[159]  Ibid, h. 14.
[160]  Ibid.
[161]  Sayid Sabiq dalam Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 93.
[162]  Shobuni dalam Yunahar Ilyas, Ibid.
[163]  Ibid, h. 95.
[164]  Muhammad Isa Dawud, Op.cit., h. 60.
[165]  Yunahar Ilyas, Op.cit., h. 96-103.
[166]  DEPAG RI, Op.cit., h. 206.
[167]Yunahar  Ilyas, Op.cit., h. 103-105.
[168]  DEPAG RI, Op.cit., h. 13.
[169]  DEPAG RI, Op.cit., h. 714.
[170]  Ibid, h. 679.
[171]  Ibid, h. 1022.
[172]  Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,  Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 39.
[173]  Ibid. h. 40.
[174]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 72-73.
[175]  F. J. Monks (et.al), Psikologi Perkembangan Pengantar  Dalam Berbagai Bagiannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,  2001, h. 87.
[176]  Maulana Musa Ahmad Olgar, Op.cit., h.32.
[177]  Khatib Ahmad Santhut, Op.cit.,h.103.
[178]  Armai Arif, Op.cit., h.117-118.
[179]  Ibid. h. 117.
[180]  DEPAG RI, Op.cit., h. 16.
[181]  Armai Arief, Op.cit.,h. 122-123.
[182]  Abu Tauhid, Op.cit., h. 89.
[183]  Sri harini Dan Aba Firdaus Al-Halwani, Op.cit., h. 122-123.
[184]  Anwar Jundi dalam Abu Tauhid, Op.cit., h.90.
[185]  Abdullah Nashih Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam : Kaidah Kaidah  Dasar, Terjemahan Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. Remaja  RosdaKarya, Bandung, 1992, h. 44.
[186]  Armai Arief, Op.cit., h. 110-111.
[187]  Ibid, h.114.
[188]  Abdullah Nashih Ulwan, Op.cit., h. 45.
[189]  Ibid, h. 60-61.
[190]  Armai Arief, Op.cit., h. 114-115.
[191]  Dr. Ahmad Amin dalam Abu Tauhid, Op.cit., h. 95-96.
[192]  Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 43.
[193]  Yuni Nur Kayati, Anakku Sayang Ibumu Ingin Bicara, Mitra  Pustaka, Yogyakarta, 1999, h. 38.
[194]  Zakiah Daradjat, Op.cit., h. 59.
[195]  Abdullah Nashih Ulwan, Op.cit., h. 61.
[196]  Yuni Nur Kayati, Op.cit., h. 31-32.
[197]  Umar Hasyim, Anak Saleh : Cara Mendidik Anak Dalam Islam 2,  PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1983, h. 83.
[198]  Hunaninin, Op.cit., h. 68.
[199]  Muhammad Quthb, Op.cit., h. 334.
[200]  Abdullah Nashih Ulwan, Op.cit., h. 66.
[201]  Bobbi DePorter dkk, Quantum Teaching : Mempraktikkan Quantum  Learning di Ruang-Ruang Kelas, Terjemahan  Ary Nilandari, Penerbit  Kaifa, Banadung, 2001, h. 6.
[202]  Abdullah Nashih Ulwan, Op.cit., h. 129.
[203]  Muhammad Zein, Op.cit., h. 68.
powered by wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar